Reviews Buku

Friday, May 08, 2009

Mengungkap Sisi Senyap Umar Kayam

Oleh: Akhmad Kusairi
Judul Buku : Manusia Ulang-Alik Biografi Umar Kayam
Penulis : Ahmad Nashih Luthfi
Penerbit : Eja Publisher, Yogyakarta
Cetakan : Pertama, 2007
Tebal Buku : xxii + 183 Halaman

Dalam perjalan sejarah pradaban manusia biografi biasanya menempatkan manusia sebagai titik kajian. Di catatan ilmu sejarah Indonesia, terdapat tiga bentuk penulisan biografi. Bentuk pertama adalah biografi interpretatif; kedua biografi sumber; dan ketiga biografi populer. Dua biografi pertama termasuk biografi ilmiah, dengan segenap tehnical discipline keilmuan (sejarah). Biografi interpretatatif menyertakan analisis ilmu-ilmu sosial misalnya sosiologi dan psikologi. Sedangkan biografi populer tidak terlalu mementingkan kebenaran ilmiah, retorika, serta dialog antar tokoh yang di setting sedemikian rupa, sehingga menempatkan tokoh secara berlebihan.
Dalam biografi ilmiah sedapat mungkin penulis menghindari unsur sentimentalitasnya yang disebabkan sedemikian dekatnya dengan obyek kajian. Ia dapat melihat obyek kajian dari luar dan hanya berperan sebagai explanator; verstehen dalam pengertian Wilhelm Dilthey dimungkinkan bila subyek tineliti masih hidup atau meninggalkan jejak-jejak yang dapat dibaca dengan sejelas-jelasnya sehingga menutup kemungkinan multi tafsir. (Hal 3)
Melalui buku Manusia Ulang-Alik Biografi Umar Kayam ini, Ahmad Nashih Luthfi selaku pengarang coba menelusuri lika-liku kehidupan Umar Kayam yan penuh dengan perjuangan. Walaupun buku ini tak terlalu tebal seperti biasanya buku biografi, di buku ini justru pembaca akan disuguhi keunikan tersendiri dari apa yang akan disajikan oleh penulis.
Umar Kayam lahir di Ngawi, 30 April 1932. Ia merupakan seorang seniman, ilmuwan, budayawan di Indonesia. Selain menjabat sebagai Guru Besar Sastra Universitas Gadjah Mada (1978-1997) juga pernah menjabat antara lain menjadi Direktur Jenderal (Dirjen) Radio, Televisi, Film Departemen Penerangan (1966-1969) serta Ketua Dewan Kesenian Jakarta (1969-1972). Sebagai Dirjen RTF, dia melakukan perombakan besar khususnya dalam infrastruktur film Indonesia. Salah satunya adalah membolehkan kembali Film Barat masuk yang sebelumnya sempat dilarang oleh Soekarno yang boleh masuk waktu itu hanya film-film sosialis yang tidak disukai kebanyakan orang waktu itu. Akibatnya bioskop menjadi mati dan perfilman menjadi mandek.

Dalam keadaan seperti itu, Umar Kayam datang dengan beberapa gagasan briliannya, antara lain Indonesia harus memproduksi dua jenis film, yang populer tetapi laku dan film bermutu tetapi kurang laku. Waktu itu Umar Kayam membentuk DPFN (Dewan Pertimbangan Film Nasional) dan mengumpulkan dana yang mencapai sekitar Rp 30 juta.
Dalam dunia sastra, Umar Kayam hadir dengan karya-karyanya yang menonjol seperti Seribu Kunang-Kunang di Manhattan, Sri Sumarah, Bawuk, serta novel masterpiece-nya yang terakhir Para Priyayi, novel yang bisa dikatakan sebagai kontruksi awal munculnya ambtenaarisme di Indonesia. Siapa saja yang membaca pandangan-pandangan Umar Kayam, baik dari buku atau pidato-pidatonya, akan akrab dengan tesisnya mengenai proses kebudayaan yang digambarkan seperti sebuah proses ulang-alik.
Tampaknya, sikap rileks dan penuh humor itu bertitik tolak dari dasar pandangan hidupnya, ialah rasa ikhlas. Jelasnya, betapapun ia menginginkan sesuatu, jika memang tidak bisa dicapai, ia melepaskannya dengan ringan. Umar Kayam adalah orang yang hampir hidup tanpa beban. Jika ia merasa bersalah kepada seseorang, betapapun orang itu hanya cantrik-cantriknya, ia tidak segan-segan minta maaf dengan tulus.
Umar Kayam adalah juga seorang yang gigih dalam memegang prinsip hidupnya. Jika mendapati satu tindakan tidak benar dan tidak adil, ia tidak segan-segan melawannya. Prof Siti Baroroh Baried almarhum mengatakan bahwa Umar Kayam selalu ingin meluruskan sesuatu yang bengkok. Oleh sebab itu, di balik ketenarannya, Umar Kayam menghadapi banyak tantangan. Tantangan itu bisa berupa apa saja termasuk juga yang muncul sebab kolom mingguannya di harian Kedaulatan Rakyat.
Walaupun kolom itu lebih banyak bersifat glenyengan, akan tetapi terdapat banyak sekali sindiran. Tidak mengherankan jika ia seringkali menerima surat anonim yang kadang-kadang menakutkan. Menghadapi surat-surat semacam itu, Kayam hanya tersenyum. Ia mengatakan bahwa negeri ini betul-betul aneh, diajak tertawa atau tersenyum saja sulitnya bukan main.
Sindiran adalah salah satu kekuatan Umar Kayam dalam menyampaikan misi humanisnya, baik lewat tulisan maupun ceramahnya. Kekuatannya yang lain adalah kemampuannya memandang suatu jagat besar pada suatu soal yang kecil.
Kayam juga mengagumi Soekarno, walaupun ia sangat kritis terhadap gagasan-gagasan besarnya. Kekaguman Kayam kepada Soekarno adalah pandangannya yang dalam beberapa aspek cukup liberal dalam kemampuannya menyatukan ribuan pulau yang tersebar di Nusantara. Kedekatannya dengan Dr Soedjatmoko tampak juga apabila sedang berbicara dengan teman-temannya di Jogja. Ia selalu mengajak agar teman-teman belajar memandang suatu masalah dengan skala besar. Jika pandangan orang terlalu jlimet, ia akan segera ketinggalan zaman.
Kelebihan lain yang ditinggalkan oleh Kayam adalah kemampuannya mendudukkan masalah pada proporsinya. Setiap masalah harus didudukkan lebih dahulu pada posisi mana. Dengan demikian, persoalan menjadi jelas walaupun pemecahannya belum tentu menjadi lebih mudah. Sekalipun berada pada puncak popularitas, Kayam sedikit pun tak memanfaatkan kesempatan itu untuk menjustifikasi segala tindakannya. Justru dengan popularitas yang digandrunginya ia melakukan perubahan-perubahan besar, sekalipun tidak signifikan. Digambarkan oleh penulis, bahwa geliat perubahan itu sekaligus merupakan sikap antitesis serta kritik Umar Kayam atas pandangan para sejarawan yang begitu sempit dalam memandang masyarakat Jawa.
Kritikan itu khususnya ditujukan pada Clifford Geertz yang membagi masyarakat Jawa secara trikotomi yakni: santri, priyayi, dan abangan. Sehingga akibat dari pembagian itu dinilai oleh Kayam sebagai sebuah upaya pemetakan masyarakat Jawa yang disengaja. Alhasil, tidak sedikit masyarakat Jawa saat ini terdikotomi sehingga menjadi pribadi-pribadi yang hirarkis dan eksklusif. Inilah yang harus dipikirkan bersama.
Sampai di sini, inilah mungkin yang membedakan biografi ini berbeda dengan biografi pada umumnya. Keberanian penulis untuk menguak segala pemikiran Umar Kayam lewat karya-karyanya yang kritis baik yang berupa cerpen, novel, sekaligus esainya seoalah menjadi bumbu tersendiri dalam buku ini

Telah banyak hal yang diberikan Umar Kayam atas negeri ini. Namun hal terpenting dari sekian hal yang Umar Kayam berikan ialah upayanya menumbuhkan semangat demokrasi yang tinggi dan berupaya pula untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata.
Sekarang Umar Kayam sudah istirahat di Karet bersama Chairil Anwar dimakamkan. Ia mungkin sudah membayangkannya sejak beberapa tahun lalu saat ia menuli cerpen Lebaran di Karet, di Karet (Kompas). Kayam yang rileks dan penuh humor, namun gagasannya yang cerdas selalu akan dikenang sebagai tokoh sejuta inspirasi. Buku ini coba menguak lika-liku kehidupan Umar Kayam. Seorang tokoh yang tak akan tinggal diam terhadap segala ketidakberesan yang ditemukannya.
Buku yang tak terlalu tebal ini adalah upaya seorang Luthfi dalam menyingkap sisi senyap seoarang Kayam. Karenanya tidak menutup kemungkinan ada usaha-usaha lain yang juga mencoba menyingkap sisi senyap tokoh kharismatik ini.

Siti Hartinah: Wangsit Keprabon Soeharto

Oleh: Akhmad Kusairi
Judul : Bu Tien: Wangsit Kprabon Soeharto
Penulis : Arwan Tuti Artha
Penerbit : Galangpress, Yogyakarta.
Cetakan : Pertama, 2007
Tebal : 168 halaman.

Seorang istri bagi suami adalah sejuta inspirasi. Kita tentu ingat bagaimana seorang Kaesar besar Julius Caesar tak berarti apa-apa di tangan Cleopatra. Begitu juga dengan Seoharto. Ibu Tien bagi Soeharto adalah penyeimbangnya dalam menakhkodai negara Indonesia. Kita pun kemudian tersadar saat Bu tien Wafat Indonesia yang sebelumnya menunjukkan kemajuan mulai terseok-seok kembali dalam mempertahankan keututuhan bangsa. Kita pun tahu kemudian Soeharto harus rela jabatan yang selama ini disandangnya harus diserahkan kepada orang lain. Menurut sebagian orang, Soeharto bias berkuasa itu dikarenakan dia memperoleh Wangsit Kprabon.
Tak banyak orang yang bisa menerima wangsit kprabon sebagaimana Soeharto. Itu pun barang kali berkat keperihatinan, laku spiritual, atau jalan keberuntunagn yang harus ditempuh Soeharto, wangsit itu akhirnya datang padanya. Salah satu keberuntungan Soeharto yang tak bisa diitolak adalah ketika siti Hartinah berhasil dipersunting sebagai istrinya pada 26 desember 1947. kalau saja seoharto tak menikahi Siti Hartinah, barangkali nasib yang menghampirinya akan lain. Sebab, sangat mungkin justru melalui Siti Hartinah itulah wangsit kprabon turun untuk seoharto. Selain itu, bila Soeharto tak menghormati istrinya, barangkali ia sudah keluar militer. Untunglah Siti Hartinah menyadarkan Seoharto, bahwa karier militer yang sudah ditempuhnya selama ini tiaklah sia-sia.
Buktinya Soeharto terangkat derajadnya dengan menjadi Presiden. Namun apakah dia pernah bercita-cita jadi presiden? "Saya tidak pernah bermimpi menjadi presiden," kata Soeharto kepada penulis biografinya.
Tidak bisa dipungkiri oleh siapa saja, untuk bisa memperoleh kedudukan sebagai kepala negara, tidak lah semudah membalikkan telapak tangan, karena kursi kepresidenan itu hanya tersedia satu, sementara penduduk suatu bangsa jumlahnya jutaan jiwa. Kalau bukan karena wangsit, tentu Soeharto tak akan terkenal seperti sekarang ini.
Sumber lain juga menyebutkan, keberuntungan Soeharto karena istri yang dinikahinya itu masih keturunan Mangkunegoro. Ong Hok Kham dalam bukunya dari Priyayi Sampai Nyi Blorong (2002: 217), menyebutkan perempuan keturunan raja ini memiliki pusaka paling keramat, sebab darinya berasal api keramat kerajaan yang dapat mengangkat rakyat biasa menjadi raja.
Kalau kita percaya pada turunnya wangsit, maka ketika surat perintah yang digodok di istana bogor sudah ditandatangai Sukarno, itulah wangsit keprabon mulai angslup (masuk) di tubuh seoharto, sehingga seoharto pun sakit. Jika tidak, tentu tak ada surat perintah tak ada tanda tangan sekarno, dan tak ada kekuasaan yang jatuh pada Soeharto.
Mungkin semua ini sudah menjadi garis nasib soeharto. Tak ada yang tahu kecuali garis nasib soeharto sendiri. Dalam masyararakat Jawa, ada istilah ndilah kersaning Allah. Iklim inilah yang juga berlaku dalam kehidupan Soeharto. Untunglah ada supersemar dari Soekarno yang akhirnya mendasari tindakan Soeharto termsuk membubarkan PKI pada 12 maret 1966 dan akhirnya menduduki kursi presiden selama 32 tahun.
Hampir sering dilupakan, di balik kebesaran Soeharto itu semua ternyata terdapat kekuatan Bu Tien. Diakui atau tidak, Bu Tien mempunyai andil yang cukup besar dalam mengawal kursi Kpresidenan Soeharto, baiak fisik, moral maupun secara spiritual. Laku tapabrata yang dilakukan oleh Bu Tien sangat mampu melanggengkan kekuasaan Soeharto, baik saat meniti kariernya dalam dunia militer maupun ketika menggantikan Seokarno. Bu tien adalah endhog jagad dalam rezim pemerintahannya. Itulah sebabnya ketika Bu Tien wafat Soeharto seperti kehilangan kepercayaan dirinya. Pada saat itulah, menurut pelaku kebatinan, Ia seharusnya tak mau lagi dicalonkan sebagai presiden.
Sekarang, semuanya memang sudah berubah., teruatama setelah orde harto tak lagi menjadi bayang-bayang kekuasaan. Meski begitu tampaknya soeharto tak pisa dipinggirkan begitu saja. Terbitnya buku-buku menguak kebijakan-kebijakan masa lalu itu menunjukkan betapa soeharto masih tetap menjadi pribadi yang banyak dibicarakan. Seakan tak ada habis-habisnya membicarakan Soeharto. Di sisi lain, tak banyak yang mengerling pada belahan jiwa Soeharto yang bernama Siti Hartinah itu. Padahal sebagai seorang istri, yang menjadi sigaraning nyawa suaminya, peran Bu Tien sangat lah besar. Dalam primbon kejawen, Bu Tien digolongkan ke dalam istri yang kuat menjaga suaminya. Dia lah yang menjaga wangsit kprabon Soeharto sehingga akhirnya wangsit itu hilang sekitar dua tahun pasca Wafatnya Bu tien.
Buku Bu Tien: Wangsit Kprabon Soeharto ini kira-kira ingin mengisi kelangkaan wacana tersebut, meski bukanlah sebuah biografi mengenai Bu Tien yang lengkap. Setidaknya melalui buku ini terbaca kekuatan dibalik Soeharto, yang diyakini membawa Soeharto, yang asalnya hanya rakyat jelata menjadi penguasa tunggal kerajaan Indonesia. Semacam wangsit yang dikirim langsung dari langit, dan ketika wangsit itu hilang, panggung politik yang dimainkan Soeharto pun selesai. Sekarang terserah bagaimana penilaian orang. Wangsit kprabon sudah tak bersama soeharto ketika ingin menjadi pandhito yang tak diganggu oleh intrik-intrik politik. Walaupun buku ini kelihatannya kurang logis untuk kurun waktu sekarang. Paling tidaknya penulisnya sudah berupaya untuk menghadirkan peran Bu Tien dalam kerier politik Seoharto. Dengan buku ini, setidaknya pembaca sadar bahwa ada kekuatan lain dibalik Soharto, dan itu sering dilupakan sebagian orang.


Akhmad Kusairi, Mahasiswa Filsafat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,

Mengenalkan Success Intelligence dalam Kehidupan Praktis

Oleh: Akhmad Kusairi
Judul : Success Intelligence
Penulis : Robert Holden
Penerbit : Mizan, Bandung.
Cetakan : Pertama, April 2007
Tebal : 424 halaman.
Berbahagialah dia yang makan dari keringatnya sendiri
Bersuka karena usahanya sendiri dan maju karena pengalamannya sendiri
(Pramoedya, 2006)
Kesukses adalah keinginan yang paling diinginkan semua orang. Namun ketidaktahuan arti kesuksesan serta orang dalam meraihnya membuat kesuksesan itu sendiri kabur, apakah sudah sukses atau hanya sibuk saja. Ini penting mengingat hampir sebagian besar orang hidup dalam budaya kesuksesan. Tapi ternyata hanya menghabiskan waktu mereka dalam kubangan kesibukan saja.
Di jaman serba cepat ini kesuksesan menjadi dewa yang diharapkan bisa mendatangkan keberkahan. Mayoritas orang menempatkan sukses sebagai tujuan hidup, dan tak jarang terobsesi untuk meraihnya. Mereka menganggap kebahagiaan bisa didapat berdasarkan apakah mereka sukses atau tidak.
Berangkat dari kegelisahan penulis yang memandang bahwa sebagain besar orang ternyata selama ini hanya lah mengejar sukses yang ternyata hanya menjadi sibuk saja, belum sukses. Di sinlah urgensinya kehadiran buku Succes Intelligence ini di ruang pembaca. Dengan paduan analogi dan deskripsi penulis membuat buku ini apik sekaligus menarik untuk dijadikan bahan kajian bagi para pecinta sibuk stadium tinggi. Penulis memutuskan menggunakan sebutan Succes Intelligence untuk menekankan perlunya berpikir secara bijaksana tentang kesuksesan.
Secara sederhana Success Intelligence berarti berani menerapkan kearifan pada kesuksesan. Ketika pertama kali Holden mempelajari kesuksesan, dia tersentak dengan apa yang disebut dengan "mabuk sukses". Dia menyaksikan betapa banyak orang yang jelas-jelas cerdas mengejar kesuksesan dalam cara yang sangat bodoh an picik. Mereka rela membayar kesuksesan yang mereka idamkan itu dengan radang lambung, perkawinan yang gagal, dan gaya hidup yang sinting.. Mereka mungkin telah menacapai skor tertinggi untuk kerja yang keras, tapi tidak untuk kecerdasan. (Hlm 18)

Sekarang ini kerja keras tidak lagi menjadi tantangan utama yang harus dihadapi, tetapi bagaimana kearifan kita yang lebih berperan.. Cara kita bekerja saat ini perlu dikaji ulang. Dalam ranah ekonomi ini yang disebut dengan ekonomi pengetahuan.
Buku Success Intelligence ini menantang Anda untuk menerapkan pemikiran terbaik Anda dalam mengejar keusuksesan. Buku yang lumayan tebal ini dibagi dalam tujuh bahasan yang diselipi dengan bab-bab setiap bahasannya. Bahasan pertama disebut "Visi", di sini pembaca akan dibantu menemukan visi yang jelas sebagai tujuan utama hidup. Bahasan kedua dinamai "potensi" yang memperkenalkan psikologi kesuksesan. Di sini pembaca akan diajak penulisnya menjelajahi bagaimana mengetahui diri dapat menolong dalam menemukan potensi, membukakan kemungkinan meraih sukses yang otentik. Pengetahuan tentang diri merupakan kunci utama menuju Success Intelligence. Tanpa pengetahuan diri tidak akan ada kesuksesan yang otentik, kebahgiaa yang otentik, dan hidup yang otentik. Tanpa pengetahuan diri, Anda mungkin malah mengejar definisi kesuksesan milik orang lain. (Hal 86)
Bahasan selanjutnya adalah kearifan dan berkonsentrasi pada sasaran kesuksesan. Di sini penulis memperkenalkan kiat bagaimana kita berlaku arif terhadap diri dan sekitar kita. Dalam bagian berikut penulis tentang banyak orang yang sering dalam upaya bergegas mengejar kesuksesan hubungan yang paling penting dikorbankan
Di bagian lima berjudul keberanian dalam menjelajahi bayangan kesuksesan. Di sini penulis menulis tentang kunci kecerdasan emosional, seperti menangani ketakutan dan menanggapi kemunduran secara cerdas. Dengan membaca buku Success Intelligence ini kita ditantang untuk menerjemahkan apa yang disebut pengalaman hidup yang negatif sehingga bisa menjadi pelajaran bagi keberhasilan. Bagian enam disebut rahmat, berfokus pada ruh kesuksesan. Di sini penulis memperkenalkan pandangan mengenai kecerdasan universal dan capabilitas untuk terilhami.

Dalam bagian penutup berbicara mengenai tujuan kesuksesan. Menurut Robert Holden penulis buku ini, tujuan sejati kesuksesan bukanlah untuk meraih keunggulan melebihi orang lain, melainkan untuk melayani dan mengilhami orang. Pengalaman Holden menunjukkan bahwa kesibukan permanen sebenarnya merupakan akibat dari tiadanya kejelasan tentang kesuksesan yang sejati. (Hal 45). Menurut Holden kunci penting menuju sukses adalah keberanian untuk melihat kesibukan Anda dan mengenali apa yang menyibukkan itu sebelumnya. Kunci lain sukses adalah kemauan untuk melihat di balik kesibukan Anda dengan tujuan menemukan jalan yang lebih baik. (Hal 50)
Buku Success Intelligence ini diharapkan dapat membantu dalam mencari kesuksesan secara cerdas sehingga tidak terperosok dalam kubangan lumpur kesibukan yang otomatis akan menyita sebagian besar hidup.
Buku ini merupakan buku kesekian yang memberikan cara-cara agar kita hidup bahagia, bukan Cuma cara agar dapat meraih kesuksesan saja, tetapi bagaimana ketika sukses sudah otomatis bahagia. Dan itu selanjutnya tugas pembaca dalam berimprovisasi sesuai dengan pengertian sukses menurut masing-masing individu. Buku ini merupakan karya yang luar biasa. Dengan disisipi pengalaman-pengalaman penulis dalam menghadapi pebisnis kelas dunia membuat karya ini punya nilai tambah.
Namun sehebat apa pun usaha penulis dalam membuat buku ini sempurna tetap saja punya titik lemah. Buku ini sebagaimana buku terjemahan selalu ada kata yang kurang pas diartikan. Tetapi tetap saja buku ini perlu atau harus dibaca oleh siapa saja, khususnya pebisnis yang memang secara konsen menerjunkan diri dalam ranah kesuksesan. Semoga dengan membaca buku ini dapat memperbaiki situasi perekonomian serta kehidupan bangsa Indonesia. Semoga…!

Berdamai dengan Pluralisme

Oleh: Akhmad Kusairi
Judul : Esai-Esai Pemikiran Moh. Shofan dan Refleksi Kritis Kaum
Pluralis
Editor : Ali Usman
Penerbit : LSAF-Arruz Media
Cetakan : I, September 2008
Tebal : 484 halaman
Wacana pluralisme sepertinya akan tetap menjadi tema menarik sepanjang masa. Sebab pada dasarnya pluralisme merupakan keniscayaan yang tak dapat dipungkiri keberadaannya. Ia hadir sebagai bagian sejarah besar pradaban manusia. Wacana pluralisme kembali menjadi polemik di Indonesia akhir-akhir ini, setelah sebelumnya pada pertengahan pertama abad ke-20 sempat ramai dibicarakan.

Kata "pluralisme" sendiri berasal dari bahasa Inggris, pluralism yang berarti suatu kerangka interaksi tempat setiap kelompok menampilkan rasa hormat dan teoleransi satu sama lain, berinteraksi tanpa konflik atau asimilasi. Dalam buku Hiruk Pikuk Wacana Pluralisme di Yogya karangan Imam Subkhan, kata pluralisme diartikan sebagai kerangka hubungan antar kelompok yang saling menghormati dan berjerja sama tanpa konflik adalah sebuah definisi ideal yang perlu diiemplementasikan dalam konteks sosial, politik, dan budaya tempat masyarakat itu hidup. Dengan kata lain, Pluralisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa realitas kemajemukan seharusnya berdampak pada keharmonisan hidup bersama secara berdampingan dan seharusnya menunjuk kepada watak mental yang positif dalam suasana perdamaian berhadapan dengan beragamnya agama dalam masyarakat dalam menyikapi wacana ini umat Islam sedikit berbeda pendapat, ada yang menerima, menolak, dan yang cuek-cuek saja.

Mengenai sikap terhadap wacana ini orang Indonesia sedikit berbeda pemahaman. Bagi yang menerima menganggap bahwa wacana pluralisme merupakan suatu keniscayaan bagi terciptanya kehidupan yang toleran dan harmonis di antara umat. Dalam pandangan mereka, wacana pluralisme merupakan solusi terbaik terhadap ketegangan dan konflik yang terjadi, terutama pada era pasca-reformasi. Ini penting jika Pluralisme dikaitkan dengan kasus-kasus seperti Ahmadiyah, Lia Aminuddin, Poso, serta kasus-kasus lain yang sejenis. Bagi yang menolak melihat wacana ini sebagai upaya penyeragaman segala perbedaan. Upaya ini secara ontologis dianggap bertentangan dengan Sunnatullah yang pada kemudian akan mengancam eksistensi manusia itu sendiri.

Buku yang berjudul lengkap Esai-Esai Pemikiran Moh. Shofan dan Refleksi Kritis Kaum Pluralis ini perlu dibaca karena berisi secara rinci perkembangan mutakhir pluralisme serta sikap dan respon masyarakat. Muhammad Shofan penulis buku ini secara jeli bisa memetakan wacana seputar pluraslisme baik yang pro maupun yang kontra.

Berdasarkan apa yang dituliskan oleh M. Shofan yang sudah mendeskripsikan dengan baik masalah-masalah seputar pluralisme sepertinya sebagai seoarang muslim yang moderat kita harus berdamai dengan pluralisme. Berdamai di sini dengan artian tidak terlalu ekstrem dan tegas menolak pluralisme dan juga sebalinya. Dalam hal ini sikap-sikap moderat dan santun sangat diharapkan.

Menggagas Tasawuf Kultural di Indonesia

Oleh: Akhmad Kusairi
Judul : Tasawuf Kultural:Fenomena Shalawat Wahidyah
Penulis : Sokhi Huda
Penerbit : LKiS, Yogyakarta
Cetakan : I, Juli 2008
Tebal : xxviii + 372 halaman.
Dampak modernitas terhadap sendi-sendi kehidupan memang hampir mendekati sempurna. Harus diakui hampir segala dimensi kehidupan sudah dimasuki oleh modernitas, termasuk agama. Di tengah kondisi demikian banyak orang beranggapan bahwa Tuhan tak lagi dibutuhkan mengingat segala macam keperluan manusia sudah disediakan di dalam kehidupan modern. Namun benarkah demikian? Tumbuh suburnya majelis-majelis pengajian tasawuf di mana-mana merupakan bukti bahwa hal tiu tidak lah benar. Dengan kata lain masyarakat merasa terbelenggu oleh kecenderungan matarialisme. Mereka membutuhkan sesuatu yang dapat menentramkan jiwanya serta memulihkan kepercayaan mereka yang nyaris punah karena dorongan kehidupan materialis-komsumtif. Salah satunya adalah tasawuf.
Tasawuf di Indonesia sekarang ini tidak hanya menarik perhatian para peneliti muslim, tetapi juga menarik perhatian masyarakat awam. Di Barat pun terjadi hal serupa. Akhir-akhir ini juga muncul perhatian besar terhadap tasawuf. Munculnya hal tersebut tampaknya dipicu oleh beberapa hal, seperti adanya perasaan tidak aman menghadapi masa depan, di samping juga karena adanya kerinduan masyarakat Barat untuk bisa menyelami ajaran-ajaran ruhani dari agama-agama Timur.
Dengan realitas di atas tidak heran jika banyak pakar meramalkan bahwa tasawuf akan menjadi trend abad 21 ini. Ramalan ini cukup beralasan karena sejak akhir abad 20 mulai terjadi kebangkitan spiritual di berbagai kawasan. Munculnya gerakan spiritual merupakan salah satu bentuk reaksi terhadap dunia modern yang terlalu menekankan hal-hal yang bersifat material-profan sehingga menyebabkan manusia mengalami keterasingan jiwa.
Kebangkitan spiritual ini terjadi di mana-mana, baik di Barat maupun di Timur termasuk Islam. Di Barat, kecenderungan untuk kembali pada spiritualitas ditandai dengan semakin merebaknya gerakan fundamentalisme agama. Sedangkan di dunia Islam ditandai dengan banyaknya artikulasi keagamaan, seperti fundamentalisme Islam yang ekstrim dan menakutkan, di samping juga bentuk artikulasi keagamaan esoterik lainnya yang akhir-akhir ini menggejala, seperti gerakan sufisme dan tarekat.
Dalam konteks Indonesia, tasawuf berkembang sangat pesat. Bahkan disinyalir ia muncul sejak awal datangnya Islam ke negeri ini. Dalam buku Melacak Pemikiran Tasawufdi Nusantara, misalnya M. Solihin menulis bahwa Islam datang pertama kali ke wilayah Aceh.
Oleh karena itu, Aceh sekaligus berperan penting bagi penyebaran tasawuf ke seluruh wilayah Nusantara, termasuk juga ke semenanjung Melayu. Tasawuf yang singgah pertama kali di Aceh tersebut memiliki corak falsafi. Tasawuf falsafi ini begitu kuat tersebar dan dianut oleh sebagian masyarakat Aceh, dengan tokoh utamanya adalah Hamzah al-Fansuri dan Syamsuddin as-Sumatrarri. Dua tokoh sufi-falsafi ini mempunyai pengaruh cukup besar hingga corak tasawuf yang diajarkannya tersebar ke daerah-daerah lain di Nusantara.
Munculnya dua tokoh tasawuf dari Aceh yang bercorak falsafi tersebut kemudian disusul oleh para tokoh tasawuf berikutnya, yakni Nuruddin ar-Raniri, Abd Shamad al-Palimbani, dan Wali Songo. Munculnya tokoh-tokoh sufi pasca-Hamzah al-Fansuri dan as-Sumatrani ini lebih menampakkan ajaran tasawuf tipikal al-Ghazali. Bahkan tasawuf ini kemudian menjadi begitu dominan di Nusantara.
Pada sisi lain, patut diperhatikan juga bahwa ada dua tokoh lain yang ikut memperkaya khazanah tasawuf di Indonesia, yakni Ronggowarsito yang bernuansa "Kejawen" dan Haji Hasan Musthafa yang bernuansa "Pasundan". Kedua tokoh ini mempunyai pemahaman spiritual yang berbeda dengan tokoh-tokoh lainnya. Mereka memperlihatkan adanya dialektika antara pemikiran tasawuf secara umum dengan budaya lokal setempat.
Berdasarkan data-data yang ada, para sufi Nusantara cukup memahami ajaran-ajaran wihdatul wujud milik Ibn Arabi dan ajaran insan kamil milik al-Jili. Teori-teori ini masuk ke Nusantara melalui dua tokoh Aceh, yakni Hamzah al-Fansuri dan as-Sumatrani yang ditopang oleh pemikiran Muhammad Fadhlullah al-Burhanpuri (India). Konsep wahdah al-wujud karya dan insan kamil kemudian berpadu dengan Tuhjah milik al-Burhanpuri sehingga melahirkan teori martabat tujuh. Teori ini terlihat mewarnai wacana pemikiran sufi Indonesia.
Teori martabat tujuh ini berhubungan erat dengan paham tanazzul dan tajalli, dan ia menjadi fenomena yang banyak dijumpai di Indonesia. Konsep martabat tujuh merupakan tingkatan-tingkatan perwujudan melalui tujuh martabat, yaitu: (1) ahadiyah, (2) wahdah, (3) wadhidiyah, (4) 'alam arwah, (5) 'alam mitsal, (6) 'alam ajsam, dan (7) 'alam insan.
Pemahaman seperti itu kelihatannya lebih tegas dipahami oleh Wali Songo di Pulau Jawa, yang kental dengan nuansa Sunninya. Gaya-gaya penafsiran mereka ini kelihatan tetap cenderung pada tasawuf Sunni. Dan, tasawuf Sunni inilah yang banyak dianut oleh masyarakat Islam Indonesia hingga sekarang.
Di sisi lain, dalam realitas kultural yang ada, di Indonesia juga muncul dua aliran tasawuf/tarekat yang cukup populer, yakni Shiddiqiyah dan Wahidiyah. Dua aliran tasawuf ini lahir di Jawa Timur. Kedua aliran ini ternyata berkembang cukup pesat di tengah masyarakat dan memiliki sistem organisasi yang cukup bagus dan solid. Menurut buku Tasawuf Kultural: Fenomena Shalawat Wahidyah ini kedua aliran ini merupakan aliran tasawuf produk Indonesia asli karena mempresentasikan formula amalan dan ajaran yang khas Indonesia dibanding dengan aliran-aliran tasawuf/tarekat lainnya.
Buku yang ada di hadapan pembaca ini mencoba mengkaji secara komprehensif fenoma Wahidiyah sebagai sebuah aliran tasawuf kultural. Dalam hal ini Sokhi Huda sebagai penulis mencoba melacak kelahiran shalawat Wahidiyah sebagai aliran tasawuf serta dinamika yang terjadi di dalamnya, respons para ulama' terhadapnya, dan juga sistem ajaran sekaligus pengorganisasiannya. Tak pelak tema kajian buku ini sangat menarik untuk dicermati dan didiskusikan, terutama di tengah masyarakat yang sering mengklaim diri dan kelompoknya sebagai yang paling benar.
Sebagai sebuah penelitian tentunya berhasil dan tidaknya buku ini ditentukan oleh respon peneliti-peneliti lain sehingga tertarik untuk melakukan kajian terhadap tema yang serupa. Tasawuf kultural untuk kalangan Indonesia sepertinya sesuatu yang harus ada, sebab selama ini kelompok-kelompok tasawuf didominasi oleh kalangan Sunni yang notabene sangat jauh dari tradisi ke-lokalan Indonesia. Oleh karena itu, sebagai kaum muslim Indonesia sudah sepatutnya berterima kasih terhadap penulis buku ini, yang dengan segala kelebihan dan kekurangannya mampu menghadirkan buku ini.