Reviews Buku

Friday, May 08, 2009

Siti Hartinah: Wangsit Keprabon Soeharto

Oleh: Akhmad Kusairi
Judul : Bu Tien: Wangsit Kprabon Soeharto
Penulis : Arwan Tuti Artha
Penerbit : Galangpress, Yogyakarta.
Cetakan : Pertama, 2007
Tebal : 168 halaman.

Seorang istri bagi suami adalah sejuta inspirasi. Kita tentu ingat bagaimana seorang Kaesar besar Julius Caesar tak berarti apa-apa di tangan Cleopatra. Begitu juga dengan Seoharto. Ibu Tien bagi Soeharto adalah penyeimbangnya dalam menakhkodai negara Indonesia. Kita pun kemudian tersadar saat Bu tien Wafat Indonesia yang sebelumnya menunjukkan kemajuan mulai terseok-seok kembali dalam mempertahankan keututuhan bangsa. Kita pun tahu kemudian Soeharto harus rela jabatan yang selama ini disandangnya harus diserahkan kepada orang lain. Menurut sebagian orang, Soeharto bias berkuasa itu dikarenakan dia memperoleh Wangsit Kprabon.
Tak banyak orang yang bisa menerima wangsit kprabon sebagaimana Soeharto. Itu pun barang kali berkat keperihatinan, laku spiritual, atau jalan keberuntunagn yang harus ditempuh Soeharto, wangsit itu akhirnya datang padanya. Salah satu keberuntungan Soeharto yang tak bisa diitolak adalah ketika siti Hartinah berhasil dipersunting sebagai istrinya pada 26 desember 1947. kalau saja seoharto tak menikahi Siti Hartinah, barangkali nasib yang menghampirinya akan lain. Sebab, sangat mungkin justru melalui Siti Hartinah itulah wangsit kprabon turun untuk seoharto. Selain itu, bila Soeharto tak menghormati istrinya, barangkali ia sudah keluar militer. Untunglah Siti Hartinah menyadarkan Seoharto, bahwa karier militer yang sudah ditempuhnya selama ini tiaklah sia-sia.
Buktinya Soeharto terangkat derajadnya dengan menjadi Presiden. Namun apakah dia pernah bercita-cita jadi presiden? "Saya tidak pernah bermimpi menjadi presiden," kata Soeharto kepada penulis biografinya.
Tidak bisa dipungkiri oleh siapa saja, untuk bisa memperoleh kedudukan sebagai kepala negara, tidak lah semudah membalikkan telapak tangan, karena kursi kepresidenan itu hanya tersedia satu, sementara penduduk suatu bangsa jumlahnya jutaan jiwa. Kalau bukan karena wangsit, tentu Soeharto tak akan terkenal seperti sekarang ini.
Sumber lain juga menyebutkan, keberuntungan Soeharto karena istri yang dinikahinya itu masih keturunan Mangkunegoro. Ong Hok Kham dalam bukunya dari Priyayi Sampai Nyi Blorong (2002: 217), menyebutkan perempuan keturunan raja ini memiliki pusaka paling keramat, sebab darinya berasal api keramat kerajaan yang dapat mengangkat rakyat biasa menjadi raja.
Kalau kita percaya pada turunnya wangsit, maka ketika surat perintah yang digodok di istana bogor sudah ditandatangai Sukarno, itulah wangsit keprabon mulai angslup (masuk) di tubuh seoharto, sehingga seoharto pun sakit. Jika tidak, tentu tak ada surat perintah tak ada tanda tangan sekarno, dan tak ada kekuasaan yang jatuh pada Soeharto.
Mungkin semua ini sudah menjadi garis nasib soeharto. Tak ada yang tahu kecuali garis nasib soeharto sendiri. Dalam masyararakat Jawa, ada istilah ndilah kersaning Allah. Iklim inilah yang juga berlaku dalam kehidupan Soeharto. Untunglah ada supersemar dari Soekarno yang akhirnya mendasari tindakan Soeharto termsuk membubarkan PKI pada 12 maret 1966 dan akhirnya menduduki kursi presiden selama 32 tahun.
Hampir sering dilupakan, di balik kebesaran Soeharto itu semua ternyata terdapat kekuatan Bu Tien. Diakui atau tidak, Bu Tien mempunyai andil yang cukup besar dalam mengawal kursi Kpresidenan Soeharto, baiak fisik, moral maupun secara spiritual. Laku tapabrata yang dilakukan oleh Bu Tien sangat mampu melanggengkan kekuasaan Soeharto, baik saat meniti kariernya dalam dunia militer maupun ketika menggantikan Seokarno. Bu tien adalah endhog jagad dalam rezim pemerintahannya. Itulah sebabnya ketika Bu Tien wafat Soeharto seperti kehilangan kepercayaan dirinya. Pada saat itulah, menurut pelaku kebatinan, Ia seharusnya tak mau lagi dicalonkan sebagai presiden.
Sekarang, semuanya memang sudah berubah., teruatama setelah orde harto tak lagi menjadi bayang-bayang kekuasaan. Meski begitu tampaknya soeharto tak pisa dipinggirkan begitu saja. Terbitnya buku-buku menguak kebijakan-kebijakan masa lalu itu menunjukkan betapa soeharto masih tetap menjadi pribadi yang banyak dibicarakan. Seakan tak ada habis-habisnya membicarakan Soeharto. Di sisi lain, tak banyak yang mengerling pada belahan jiwa Soeharto yang bernama Siti Hartinah itu. Padahal sebagai seorang istri, yang menjadi sigaraning nyawa suaminya, peran Bu Tien sangat lah besar. Dalam primbon kejawen, Bu Tien digolongkan ke dalam istri yang kuat menjaga suaminya. Dia lah yang menjaga wangsit kprabon Soeharto sehingga akhirnya wangsit itu hilang sekitar dua tahun pasca Wafatnya Bu tien.
Buku Bu Tien: Wangsit Kprabon Soeharto ini kira-kira ingin mengisi kelangkaan wacana tersebut, meski bukanlah sebuah biografi mengenai Bu Tien yang lengkap. Setidaknya melalui buku ini terbaca kekuatan dibalik Soeharto, yang diyakini membawa Soeharto, yang asalnya hanya rakyat jelata menjadi penguasa tunggal kerajaan Indonesia. Semacam wangsit yang dikirim langsung dari langit, dan ketika wangsit itu hilang, panggung politik yang dimainkan Soeharto pun selesai. Sekarang terserah bagaimana penilaian orang. Wangsit kprabon sudah tak bersama soeharto ketika ingin menjadi pandhito yang tak diganggu oleh intrik-intrik politik. Walaupun buku ini kelihatannya kurang logis untuk kurun waktu sekarang. Paling tidaknya penulisnya sudah berupaya untuk menghadirkan peran Bu Tien dalam kerier politik Seoharto. Dengan buku ini, setidaknya pembaca sadar bahwa ada kekuatan lain dibalik Soharto, dan itu sering dilupakan sebagian orang.


Akhmad Kusairi, Mahasiswa Filsafat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,

No comments: