Reviews Buku

Tuesday, November 19, 2013

Dampak Globalisasi Bagi Negara Berkembang

Kenichi Omahe, dalam bukunya The End of Nation-State, membuat orang terperangah. Betapa tidak buku ini secara eksplisit mengumumkan berakhirnya "nation-state" atau "negara-bangsa". Menurut Omahe, negara adalah artefak peninggalan abad ke-18 dan ke-19, karena menurutnya tidak ada lagi tapal batas. Lenyapnya negara itu adalah sebuah keharusan ketika kegiatan ekonomi global semakin meningkat. Wakil-wakil rakyat yang dipilih lewat pemilu ingin memberikan yang diinginkan oleh rakyat, akan tetapi bagaimana kalau yang diinginkan oleh rakyat ternyata menghancurkan ekonomi negara tersebut? Rakyat, misalnya, minta pelayanan dan subsidi dari negara, yang negara tidak mampu memberikan. Kumandang matinya negara-bangsa ini disambut dengan gembira oleh para pengusaha, terutama pengusaha global. Harus diakui bahwa globalisasi memang berdampak pada eksistensi negara.

Ada satu pertanyaan yang perlu dijawab sehubungan dengan dampak globalisasi pada negara: apa dampaknya pada kebijakan domestik? Misalnya, apakah negara masih memainkan peran di dalam masyarakat? Ataukah ia telah digantikan - sebagian ataupun seluruhnya oleh pelaku-pelaku lain? Ketika peran negara telah berubah, ia berubah menjadi apa? Omahae telah secara sepintas menunjuk pada kenyataan bahwa elected officials kerap mengalami dilema, melayani konstituen mereka atau melayani aktor-aktor global. Karena ia dipilih oleh rakyat, semestinya ia mengabdi kepada kepentingan rakyat. Tapi ia juga berhadapan dengan aktor-aktor global, seperti pejabat dari IMF, World Bank, WTO, ataupun CEO dari perusahaan multinasional. Mereka ini lebih sering mempunyai tuntutan yang berbeda, bahkan bertentangan, dengan tuntutan rakyat. Kalau ia berpihak kepada rakyat, ia akan mengecewakan aktor global. Kalau ia mengikuti aktor global, ia akan merugikan rakyatnya sendiri.

Tidak mudah menghadapi dilema in. Seperti kita pelajari dari sejarah, hubungan antara negara dan saudagar lahir bagaikan saudara kembar. Negara membutuhkan kaum saudagar untuk membiayai kehidupan para pemimpin, birokrasi, dan tentu saja membiayai perang. Sebaliknya, kaum saudagar juga membutuhkan perlindungan dari negara dalam menjalankan usahanya. Sampai hari ini para saudagar tidak bisa melepaskan diri dari negara dalam soal security. Jadi, ada simbiosis mutualistis, antara negara dan saudagar.
Karena negara dalam posisi agak lemah dibandingkan dengan saudagar, maka banyak negara (Indonesia?) yang lebih memilih "mengalah" kepada para saudagar. Hipotesis yang mau diajukan sepanjang buku ini adalah bahwa negara - karena tuntutan para saudagar global — memilih untuk menjadi pelindung para saudagar daripada pelindung warganya. Negara memang tidak lenyap, negara juga telah menyesuaikan diri dengan arus globalisasi, tetapi negara telah kehilangan ciri utamanya sebagai yang memegang kedaulatan (sovereignty) dan pelindung warga negaranya. Biar bagaimana pun pengusaha masih membutuhkan keamanam (security).

Oleh karena itu sekarang ini negara telah berubah menjadi centeng, bayaran dari sekelompok kecil saudagar, nasional, maupun global. Yang dilakukan oleh negara adalah menyediakan keamanan bagi para saudagar karena mereka inilah yang membawa uang yang diperlukan untuk menyelenggarakan negara.

Ini berbeda dari "negara penjaga malam" karena negara penjaga malam masih membela dan melindungi warga negaranya, ia tidak ikut campur tangan di bidang ekonomi. Negara centeng memperlihatkan keberpihakannya kepada kaum saudagar saja, mirip dengan executive committee yang diajukan oleh Karl Marx. Tapi negara centeng bukan sebuah panitia yang bisa mempunyai otonomi. Ia sama sekali dikuasai oleh kaum saudagar, terutama saudagar global, sedemikian rupa sehingga Ia tanpa malu-malu melupakan tugasnya sebagai penjaga kedaulatan nasional.

Di sinilah letak penting hadirnya buku Negara Centeng karangan I Wibowo ini. Buku ini berisi kritikan sekaligus evaluasi terhadap globalisasi, terutama dari ranah ekonomi dan politik. Sejauh mana globalisai bermanfaat dam merugikan untuk manusia? Apakah globalisi hanya membawa manfaat bagi sejumlah kecil manusia, tetapi membawa kerugian kepada sejumlah besar manusia? Pada akhirnya, pertanyaan itu akan menggiring kepada pertanyan lain yang lebih mendasar tentang organisasi politik yang kita punyai, yaitu Negara. Apa dampak globalisasi pada eksistensi “negara”?


Data Buku
Judul : Negara Centeng: Negara dan Saudagar di Era Globalisasi
Penulis : I Wibowo
Penerbit : Kanisius
Cetakan : Pertama, 2010
Tebal : viii + 270 halaman

No comments: