Reviews Buku

Showing posts with label Makalah. Show all posts
Showing posts with label Makalah. Show all posts

Wednesday, December 13, 2006

Menjawab Pertanyaan Fundamental

Pendahuluan

Epistemologi Yang merupakan satu diskursus filsafat berusaha menempat-kan diri dalam obyek kajian pengetahuan. Menyelidiki asal-asal pengetahuan, bagaimana cara memprolehnya, serta metode yang dipakai dalam pendekatan dis-kursus terhadap epistemologi itu sendiri.
Secara literal, epistemologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata, Episteme yang berarti pengetahuan, informasi, dan logos bermakna, kata, pikiran,, percakapan, atau ilmu.[1]
Secara tradisional, yang menjadi pokok persoalan dalam epistemologi adalah sumber, asal mula, dan sifat dasar pengetahuan, bidang, batas, dan jangkuan pengetahuan, serta validitas dan reabilitas dari berbagai klaim terhadap pengetahuan. Oleh karena itu rangkaian pertanyaan yang biasa diajukan menjadi tiga kelompok problem dasar dalam bidang ini. Pertama, apakah sumber pengetahuan itu? Manakah pengetahuan yang benar itu, dan bagaimana kita mengetahuinya? kedua, apakah sifat dasar pengetahuan itu? Apakah ada dunia yang benar-benar berada di luar pikiran kita, dan kalau ada, apakah kita bisa mengetahuinya? Ini adalah persoalan tentang apa yang kelihatan (phenomenia/ apperance) versus hakikat (noumenia/ reference). Dan yang terakhir, apakah pengetahuan kita itu benar? Bagaimanakah kita dapat membedakan yang benar dari yang salah? Apakah kesalahan itu? Pertanyaan-pertanyaan Ini adalah persoalan mengkaji kebenaran atau verivikasi.[2] untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan kritis dan radikal di atas, penulis akan menjelaskan secara ringkas persoalan-persoalan yang menjadi pertanyaan sekaligus persoalan dalam diskursus epistemologi.

Tentang pengetahuan
Apabila dikatakan bahwa seseorang mengetahui sesuatu, itu berarti ia me-miliki pengetahuan tentang sesuatu. Dengan demikian, pengetahuan adalah suatu kata yang diguanakan untuk menunjuk kepada apa yamh diketahui oleh seseorang tentang sesuatu. Apabila si Joko yang baru pulang dari Taman Mini Indonesia Indah (TMII) menceritakan bahwa Taman Mini itu tempat yang sangat indah, bersih, banyak terdapat miniatur Indonesia, berupa rumah adat seluruh Indonesia , dan sebagainya, maka semua yang diceritakannya itu adalah pengetahuan tentang Taman Mini. Kita juga mengetahui bahwa dua ditambah dua sama dengan empat, lima kali lima sama dengan dua puluh lima. Kita pun mengetahui ada bermacam-bermacam bunga, ada mawar, melati, rose, dan lain-lain. Kita juga mengatahui bahwa rusa, babi, anjing, kucing kelinci, kancil dan ayam adalah bagian dari alam. Semua yang kita ketahui tentang sesuatu itu adalah pengetahuan.
Salah satu ciri pengetahuan adalah selalu memiliki subyek, yakni yang mengetahui, karena tanpa ada yang mengetahui tak mungkin ada pengtehuan. Jika ada subyek pasti ada obyek, yakni sesuatu yang ihwalnya kita ketahui atau hendak kita ketahui. Tanpa obyek juga tidak mungkin ada pengetahuan.
Selain itu, pengetahuan juga bertautan erat dengan kebenaran. Karena demi mencapai kebenaranlah, pengetahuan itu ada.
Secara sederhana, kebenaran adalah kesesuaian pengetahuan dengan obyeknya.[3] ketidaksesuaian pengetahuan dengan obyeknya disebut dengan kekeliruan.[4]
Kalau ditelisik lebih dalam, kebenaran dalam istilah Inggrisnya adalah truth (kesetiaan) istilah Latinnya Veritas dan Yunani altheia. Istilah ini lawan dari kesalahan, kesesetan, kepalsuan, dan juga kadang opini. [5]
Suatu obyek yang ingin diketahui senantiasa memiliki banyak aspek yang amat sulit diungkapkan secara serentak. Kenyataannya, manusia hanya mengetahui sebagian kecil aspek dari suatu obyek itu, sedangkan yang lainnya tetap tersembunyi baginya. Dengan demikian, jelas bahwa amat sangat sudi untuk mencapai kebenaran yang lengkap dari iobyek tertentu, apalagi mencapai seluruh kebenaran dari segala sesuatu yang dapat dijadikan obyek pengetahuan.
Dilihat dari aspek formal, pengetahuan bisa dipetakan menjadi tiga jenis, pengetahuan biasa, pengetahuan ilmiah, dan pengetahuan filsafati. Yang dimak-sud dengan pengetahuan biasa adalah hasil pencerapan indrawi yang merupakan hasil pemikiran rasional yang bisa dijumpai dalam kehidupan sehari-har. Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang didapat melalui penggunaan metode-metode ilmiah yang lebih menjamin kepastian kebenaran yang dicapai. Sedang pengetahuan filsafati diperoleh lewat pemikiran rasioanal yang didasarkan pada understanding, interpretation, speculation, penilaian kritis yang logis dan sistematis. Pengetahuan filsafati adalah pengatahuan yang berelasi dengan esensi, prinsip, dan asas dari semua realitas yang dipermasalahkan menurut yang akan diketahui.

Asal pengetahuan.
Tentang asal atau sumber pengetahuan, para Filsuf sedikitnya terpetakan menjadi tiga kelompok. Kelompok rasionalisme, yang mengatakan bahwa rasio atau akal budi adalah sumber pengetahuan utama bagi pengetahuan. Kelompok atau paham ini diwakili oleh Plato, Decartes, Spinoza, dan Leibniz. Secara umum para Filsuf ini berpendapat bahwa setiap keyakinan atau pandangan yang bertentangan dengan rasio tidak mungkin benar. Paham ini juga beranggapan ada perinsip-prinsip dasar dunia tertentu, yang diakui benar oleh akal budi manusia. Dari prinsip-prnsip ni kemudian muncul metode deduksi, yaitu penalaran dari suatu kebenaran umum ke suatu hal yang khusus dari kebenaran itu.
Sedangkan beberapa Filsuf lainnya seperti Bacon, Hobes, Jon Locke, mengatakan bahwa bukan rasio, melainkan pengalaman panca indralah yang menjadi sumber utama pengetahuan. Mereka beranggapan bahwa pengetahuan bergantung pada panca indra manusia serta pengalaman-pengalaman indranya. Paham ini kemudian melahirkan metode induksi, kebalikan dari deduksinya kaum Rasionalisme.
Terlepas dari perberbedaan pendapat tadi, penulis tak akan mencap bahwa satu aliran yang paling benar, karena setiap yanmg dianggap oleh sebagian orang itu benar belum tentu benar bagi orang lain. Naum jika disuruh berpendapat, penulis lebih memilih semuanya, dalam arti perpaduan, namun terlebih dulu membuang sesuatu yang tak benar dari pendapat paham-paham tadi. Sebab selain seabgian orang Islam tentunya notabene percaya pada semua kitab yang diturunkan oleh Tuhan. Penulis juga percaya bahwa kitab-kitab juga tak akan terlepas dari pengalaman, pemikiran maupun intuisi (wahyu dan ilham).
Selain tentang pengetahuan, epistemologi juga mempertanyakan kebenaran yang absolut. Tentang masalah ini, semua Filsuf percaya bahwa ada kebnaran di dunia ini, namun tak ada kebenaran yang absolut selain dalam hal ini kebenaran bahwa Tuhan ada.

Penutup
Dari pembahan yang ada di halaman-halaman sebelumnya, dari pertanyaan apa itu epistemologi sampai kemudian, apa kebenaran? Satu jawaban besar yang mungkin penulis temukan, yaitu kebingungan. Sebab dengan kebingungan tentang apa itu epistemologi dan kebenaranlah orang akan berpikir bahwa semua persoalan epistemologi tak akan selesai hanya menjawab sembilan pertanyaan yang dikutip oleh saudara Sudin dari bukunya Louis Kattsoff.
Akhirnya pertanyaan saya kembalikan pada penanya yang mengaku ahli filsafat. Apa itu epistemologi.
Daftar bacaan
-Bagus, Lorens. 1996. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia.
-Gazalba, Sidi. 1991. Sistematika Filsafat II . Jakarta: Bulan Bintang.
-Kattsoff, Louis. 2004. Pengantar Filsafat. Terjemahan Soejono
Soemargono. Yogyakarta: Tiara Wacana.
-Pranarka, AMW & Anton Baker. Tanpa data penerbitan.
-Rapar Hendrik, Jan. tt. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.
-Sunardi, St. 2004. Nietsche. Yogyakarta: LkiS.
-Titus, Harold H. 1984. Persoalan Persoalan Filsafat terjemahan H.M
Rasjidi. Jakarta: Bulan Bintang.

[1] Untuk pengertian epistemologi, hampir semuanya sepakat bahwa epistemologi berarti, percakapan tentang pengetahuan atau ilmu pengetahuan. Lihat dalam Jan Hendrik Rapar. Pengantar Filsafat (yogyakarta: Kanisius, tt) hlm, 160.Lihat juga buku lain, semisal Lorens Bagus. Kamus Filsafat (Jakatarta: Grammedia, 1996) halm, 212
[2] penulis sengaja membedakan tiga persoalan pokok epistemologi, dengan tujuan terpetak jelas mana yang obyek material, dan mana yang obyek formal sehingga terlihat jelas perbedaan antara pengetahuan, kesesetan, serta kebenaran itu sendiri.
[3] Tentang kebenaran, sebenarnya sampai sekarang belum ada kata sepakat dalam definisinya, bahkan Nietsche dengan skeptis mengatakan bahwa kebenaran adalah sejenis kesalahan yang tanpanya manusia tak dapat hidup. Lihat dalam St. Sunardi Nietsche ( yogyakarta: LkiS, tt)
[4] dalam istilah Inggris kekeliruan adalah fallacy dari bahasa latin fallacia, tpu daya, gerak tipu. Lihat dalam Lorenc Bagus. Op. Cit. hlm 437.
[5] Ibid, hlm 412-416.