Reviews Buku

Tuesday, March 11, 2014

KPK Tindak Lanjuti Pencegahan Gratifikasi Terkait Pencatatan Nikah oleh KUA

Jakarta-Komisi Pemberantasan Korupsi menggelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) guna memantau hasil rekomendasi pertemuan sebelumnya, terkait potensi gratifikasi pada layanan nikah-cerai di Kantor Urusan Agama (KUA). Hadir dalam kesempatan ini antara lain dua Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Pradja dan Zulkarnain, Menteri Agama Suryadharma Ali, Inspektur Jenderal Kementerian Agama M. Jasin, Sekretaris Kemenag Bahrul Hayat, Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan Askolani, Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan Kementerian PPN/Bappenas Wismana Adi Suryabrata dan Deputi IV Kemenko Kesra Bidang Pendidikan, Agama dan Aparatur, Agus Sartono.

Surya Darma dalam kesempatan itu mengungkapkan perbedaan pelayanan administrasi pemerintahan pada umumnya dengan pelayanan administrasi di KUA. Pada umumnya, administrasi pemerintahan melayani pada jam kerja dan di kantor. Sedangkan KUA, acapkali melayani di luar jam kerja dan di luar kantor. Ini yang kemudian lantas memunculkan potensi gratifikasi. “Biasanya waktu pernikahan lebih diminati pada hari Sabtu, Minggu atau hari libur dan di luar jam kantor,” kata Menterui Surya.

Selama belum ada PP yang baru, kata Surya Darma, petugas KUA dibenarkan hanya memberikan layanan di kantor dan pada jam kantor. “Saya mengapresiasi mereka untuk menghentikan sementara. Ini bukan kesalahan. Jadi tidak ada pembenaran terhadap gratifikasi,” katanya pada rapat itu.

Apalagi, kata Surya Darma, biaya opersional, sarana dan prasarana KUA sangat terbatas. Pemekaran sejumlah kabupaten/kota, mengharuskan berdirinya KUA di tiap kecamatan. Kondisi ini membuka peluang dan dijadikan alasan pembenaran terjadinya praktik gratifikasi sebagai pengganti biaya transportasi dan operasional pencatatan nikah. “Saat ini, tiap KUA hanya memiki biaya operasional dua juta rupiah, baru 2014 ini diusulkan ditambah menjadi tiga juta rupiah,” katanya.

Karena itu, pihak Kemenag, kata Surya Darma, telah membuat rancangan peraturan pemerintah yang akan merevisi PP No.47/2004. Isinya tentang penyesuaian tarif guna peningkatan layanan pencatatan nikah dan rujuk, sesuai dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.
Soal tarif baru, dia mengaku belum bisa menyebut nominalnya, apakah akan diterapkan tarif tunggal atau tarif jamak. “Masih ada penajaman, dengan dua pertimbangan dalam penentuan itu, yakni ekonomi rakyat dan wilayah geografis Indonesia.”

Diharapkan, dalam dua pertemuan mendatang, persoalan ini akan segera selesai. Sebab, usulan tarif baru telah diusulkan ke Kementerian Keuangan. Dari sini, rancangan PP ini akan diharmonisasikan ke Kementerian Hukum dan HAM. Dirjen Anggaran Askolani menyatakan akan segera membahas usulan tarif Kemenag dengan kementerian terkait. “Saat ini, kami belum menetapkan. Tapi komitmen kami akan mengupayakan secepatnya.” Setelah PP ini selesai, kata Askolani, Kemenkeu akan merevisi Keputusan Menteri Keuangan (KMK) izin penggunaan anggaran yang akan disesuaikan. ini dimaksudkan agar penerimaan dari PNBP bisa digunakan kembali untuk belanja atau membayar insentif petugas KUA.
Maka, setelah revisi PP dan KMK selesai, Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kemenag juga harus direvisi, agar penggunaan anggaran dari PNBP tadi legal dan akuntabel. “Setelah ini dilakukan, mekanisme ini bisa dilakukan pada 2014, tidak perlu menunggu 2015.”

Menurut Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Pradja, momen ini merupakan momen bersejarah. Sebab, persoalan gratifikasi yang telah menahun, akan segera selesai dalam waktu dekat. Diharapkan, dari pernikahan yang digelar tanpa gratifikasi akan melahirkan keluarga baru yang berintegritas. “Setelah akad, tidak hanya dinyatakan pernikahannya sah, tetapi juga gratifikasinya juga sah.”
Pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan pada 18 Desember 2013 lalu. Saat itu, lahir sejumlah rekomendasi, antara lain biaya operasional Pencatatan Nikah di luar kantor dan/atau di luar jam kerja dibebankan pada APBN melalui mekanisme Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Payung hukum PP No.47 tahun 2004 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Agama beserta peraturan terkait, akan diubah paling lambat pada Januari 2014. Sebelum terbitnya revisi PP yang dimaksud, Kementerian Agama akan mengeluarkan Surat Edaran tentang Pelaksanaan Pelayanan Pencatatan Nikah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Rakornas ini merupakan upaya KPK dalam bidang pencegahan. Sebab, KPK melihat ada sejumlah celah potensi terjadinya praktik gratifikasi dalam layanan pencatatan nikah dan rujuk di KUA. Pemberian “uang terima kasih” atau apapun istilahnya bisa diberikan secara sekaligus sebagai satu paket Pencatatan Nikah melalui petugas Pembantu Pegawai Pencatat Nikah (P3N) yang besarannya sudah diakumulasi biaya formal dan informalnya. Atau, pemberian gratifikasi bisa dilakukan pada hari pelaksanaan acara.

No comments: