Reviews Buku

Wednesday, February 12, 2014

KPK: BPJS Rawan Terjadi Korupsi

Jakarta, 11 Februari 2014. Hari ini, Selasa (11/2) KPK memaparkan hasil kajian mengenai Sistem Jaminan Kesehatan Nasional di Gedung KPK Jakarta. Acara ini dihadiri oleh Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Pradja dan Zulkarnain, Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti, Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Fahmi Idris, Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Firdaus Djaelani, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Andin Hadiyanto dan Direktur Keuangan BPJS Kesehatan Riduan.
Kajian yang dilakukan pada Agustus-Desember 2013 ini dilakukan dengan metode prospective analysis. Hasilnya, KPK menemukan potensi masalah dalam pelaksanaan BPJS, yakni pertama, adanya konflik kepentingan dalam penyusunan anggaran dan rangkap jabatan. Penyusunan anggaran BPJS disusun Direksi BPJS dan disetujui Dewan Pengawas tanpa ada keterlibatan pemerintah dan pihak eksternal.

Sedangkan anggaran Dewan Pengawas berasal dari anggaran BPJS juga. Karena itu, KPK merekomendasikan untuk merevisi UU 24/2011 untuk melibatkan pihak eksternal dalam persetujuan dan pengelolaan dana operasional BPJS. Selain itu, KPK juga meminta Pemerintah segera mengangkat Dewan Pengawas dan Direksi BPJS yang bersedia untuk tidak rangkap jabatan.

Kedua, perihal adanya potensi kecurangan (fraud) dalam pelayanan. Rumah sakit berpotensi menaikkan klasifikasi atau diagnosis penyakit dari yang seharusnya (upcoding) dan atau memecah tagihan untuk memperbesar nilai penggantian (unbundling). Ini dimaksudkan untuk mendapatkan klaim lebih besar dari yang seharusnya dibayarkan BPJS.

Atas temuan ini, KPK mengimbau agar pelaksanaan program dilaksanakan dengan prinsip clean and good governance serta berhati-hati dalam pengelolaan anggaran agar mengedepankan kemanfaatan yang besar bagi masyarakat.

Ketiga, terkait pengawasan yang masih lemah. Pengawasan internal tidak mengantisipasi melonjaknya jumlah peserta BPJS yang dikelola, dari 20 juta (dulu dikelola PT Askes), hingga lebih dari 111 juta peserta. Padahal, perubahan ruang lingkup perlu diiringi dengan perubahan sistem dan pola pengawasan agar tidak terjadi korupsi. Sedangkan pengawasan eksternal, KPK melihat adanya ketidakjelasan area pengawasan. Saat ini, ada tiga lembaga yang mengawasi BPJS, yakni DJSN, OJK dan BPK. Namun substansi pengawasannya belum jelas.

Rekomendasi KPK menunjukkan bahwa pengawasan publik juga diperlukan. Karena itu, KPK meminta agar CSO dan akademisi dilibatkan dalam pengawasan JKN. Sistem teknologi informasi juga perlu diperkuat. Atas temuan potensi korupsi, Direktur Utama BPJS Fahmi Idris menyatakan siap bekerja sama lebih jauh dengan KPK, termasuk sosialisasi potensi korupsi kepada seluruh jajarannya. Peran pencegahan itu, juga harus diperkuat dengan pengawasan. Karena itu, ia setuju bila ada usulan revisi UU No. 24/2011 tentang BPJS agar ada kejelasan peran pengawas eksternal secara substansi. “Kami memang memerlukan pengawas pihak ketiga agar jangan sampai ada masalah di kemudian hari.”

Namun begitu, ia juga menekankan bahwa sebagai lembaga baru, BPJS memiliki sistem baru. Karena itu butuh sosialisasi dan penyadaran kepada pihak terkait, termasuk Puskesmas dan rumah sakit yang memberikan layanan kepada masyarakat. “Jangan ada yang coba-coba merekayasa diagnosis utama dan tambahan untuk mendapatkan klaim yang lebih besar. Kita harus kawal bersama.”

Dewan Komisioner OJK, Firdaus Djaelani menyatakan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dan menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan DJSN mengenai pengawasan eksternal pada 24
Desember 2013. “Kami telah berbagi peran koordinasi dan pengawasan,” kata Firdaus.

Ruang lingkup pengawasan OJK meliputi kesehatan keuangan, penerapan tata kelola yang baik, pengelolaan dan kinerja investasi, penerapan manajemen risiko, pendeteksian dan penyelesaian
kejahatan keuangan (fraud), evaluasi aset dan liabilitas, kepatuhan pada ketentuan perundang-undangan, keterbukaan informasi kepada masyarakat (public disclosure), perlindungan konsumen, rasio kolektibilitas iuran, monitoring dampak sistemik, dan aspek lain yang merupakan fungsi, tugas, dan wewenang OJK berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan DJSN melakukan monev pada perkembangan pencapaian tingkat kepesertaan, kelayakan manfaat, efektivitas penarikan dan kecukupan iuran, implementasi kebijakan investasi, kesehatan keuangan, kesepadanan aset dan liabilitas, informasi kepada masyarakat (public disclosure), realisasi rencana kerja dan anggarannya, dan aspek lain yang merupakan fungsi, tugas, dan wewenang DJSN berdasarkan peraturan perundang-undangan.

“Kami juga tekankan pada seluruh stakeholder untuk menjadi whistle blower. Kami menerima pengaduan dari manapun,” tegas Firdaus.

Dengan aset sekitar 10 triliun rupiah, diperkirakan BPJS akan mengelola dana jaminan sosial mencapai 38-40 triliun rupiah per tahun yang berasal dari dana iuran mandiri peserta, modal awal APBN sebesar 500 miliar rupiah dan bantuan pemerintah sebesar lebih dari 19 triliun rupiah.

Karena mengelola anggaran besar, penting bagi KPK untuk mengingatkan di masa awal BPJS beroperasi, agar berhati-hati dalam pelaksanaannya sehingga tidak terjebak dalam tindak pidana korupsi. Sebab, hasil kajian KPK telah menemukan celah potensi yang harus diwaspadai. Ini menjadi begitu penting, mengingat bidang kesehatan merupakan salah satu national interest dalam renstra KPK 2011-2015 dan menjalankan amanat Pasal 14 Undang Undang 30 tahun 2002 tentang KPK.

Thursday, January 23, 2014

LPSK Tindaklanjuti Permohonan Perlindungan LR

Jakarta-Merasa mengalami ancaman pembunuhan hingga penyekapan, LR, korban perkosaan yang diduga dilakukan Bupati Bengkulu Selatan EA, mengajukan permohonan perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Senin (20/01). Wakil Ketua LPSK Penanggung Jawab Unit Penerimaan Permohonan, Edwin Partogi, mengatakan pihaknya saat ini tengah melakukan telaah atas permohonan perlindungan yang diajukan LR."LR tadi siang telah mengajukan permohonan perlindungan dan saat ini tim LPSK segera melakukan telaah atas permohonan tersebut," kata Edwin.

Lebih lanjut, Edwin mengatakan telaah tersebut dimaksudkan untuk menilai syarat kelengkapan formil dan materiil permohonan perlindungan. "Syarat formil dan materiil ini mengacu pada ketentuan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 dan Peraturan LPSK Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelayanan Permohonan Perlindungan kepada LPSK," ungkap Edwin.

Selain itu, Edwin menilai kasus ini perlu mendapatkan perhatian serius. Hal ini mengingat kasus ini diduga melibatkan penguasa dan korban, termasuk kelompok rentan yang perlu pendapatkan penanganan khusus.

"Korban mengajukan permohonan perlindungan fisik karena mengalami ancaman serius dan telah terjadi penyekapan. Selain itu, korban mengajukan permohonan pemenuhan hak prosedural karena laporan korban cenderung tidak ditindaklanjuti aparat penegak hukum terkait," ungkap Edwin.

Kendati demikian, Edwin mengatakan prosedur penelaahan perlu tetap dilakukan agar LPSK mendapatkan penilaian yang objektif dan perlindungan yang diberikan kelak dapat dipertanggungjawabkan. "LPSK dapat memberikan perlindungan darurat sementara apabila terjadi peningkatan fluktuasi ancaman terhadap korban, meski permohonan perlindungan masih dalam tahap penelaahan," pungkas Edwin.


LPSK Lindungi TKI Korban Penganiayaan di Hongkong

Jakarta-Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) segera berikan perlindungan kepada Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Sragen, Erwiana, korban penganiayaan majikan di Hongkong. LPSK saat ini sedang menyiapkan bantuan layanan hak prosedural dan bantuan medis-psiokologis kepada Erwiana.

“LPSK akan segera berikan bantuan kepada Erwiana,” ungkap Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu, SH. “Namun sebelumnya Erwiana harus mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK. Untuk ini LPSK yang akan langsung menemui Erwiana, mengingat kondisinya yang belum pulih,” tambah Edwin.

Saat ini Tim Satgas IV Unit Penerimaan Permohonan LPSK berada di Sragen untuk melakukan penelahaahan dan penanganan mendesak. Rencananya Kamis, 23 Januari 2014 LPSK akan memberi layanan darurat di Sragen.

Sesuai mandat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, LPSK mempunyai wewenang untuk memberikan bantuan kepada saksi dan korban tindak pidana serius. “LPSK akan memberikan bantuan kepada Erwiana sesuai dengan hak-hak saksi dan korban yang tertera pada Bab II Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Tentang Perlindungan dan Hak Saksi dan Korban,” jelas Edwin.

Erwiana bekerja di Hongkong sejak Mei 2013. Selama delapan bulan bekerja, Erwiana dieksploitasi majiikannya. Dia tidak mendapat perlakuan layak. Sehari-hari ia kekurangan makan karena hanya diberi nasi dan lauk seadanya di pagi hari. Selebihnya Erwiana hanya diberi beberapa potong roti. Selain itu Erwiana terus dipaksa bekerja hingga kurang tidur. Tempat tidurnya pun tidak layak, hanya sebuah gudang penyimpanan barang.

Erwiana sudah dipulangkan oleh majikannya sejak 10 Januari 2014 silam. Sekarang, dia sedang menjalani masa pemulihan. Kepolisian Hongkong mendatangi Erwiana terkait laporan dugaan penganiayaan oleh majikannya.

Tetapkan 4 Anggota Panel Ahli, KY Tunggu 3 Anggota Lainnya

Jakarta-Komisi Yudisial sudah menerima usulan Calon Anggota Panel Ahli dari masyarakat. Hasilnya KY menerima 16 usulan calon yang terdiri dari 1 orang dari Mantan Hakim Konstitusi, 4 orang dari unsur tokoh masyarakat, 7 orang dari unsur akademisi dan 4 orang dari unsur praktisi.

Menurut Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi Komisi Yudisial Imam Anshari Saleh pihaknya setelah melakukan rapat pleno yang diikuti oleh Lima Anggota Komisi Yudisial, pihaknya memutusukan memilih empat orang anggota panel Ahli. Keempat orang itu adalah mewakili dari Unsur Mantan Hakim Konstitusi KY memilih Mantan Wakil Ketua MK Achmad Sodiki, mewakili dari tokoh masyarakat Ahmad Syafi'i Maarif, dari akademisi pihaknya memilih Achmad Zen Umar Purba dan dari unsur praktisi KY memilih Todung Mulya Lubis.

"Saya didampingi Pak Sekjen beserta Kabiro Pusat KY Ingin menyampaikan hasil pleno untuk menetapkan 4 calon anggota panel ahli. ," kata Imam dalam konferensi pers di Gedung KY, Jakarta Rabu (22/1/2014)

Keempat anggota panel ahli tersebut lanjut Imam akan dilengkapi 3 calon panel ahli dari tiga lembaga pengusul yaitu Presiden, MA dan DPR.Dia menambahkan dalam waktu dekat ketiga lembaga tersebut akan mengirimkan calon-nya ke KY. Sehingga dia berharap jika pada awal Februari 2014 nanti Panel Ahli sudah terbentuk. Lebih lanjut dia menjelaskan jika keempat anggota panel ahli yang dipilih KY tersebut sudah mengkonfirmasi kesediaannya.

"Empat ini akan dilengkapi. Dari MA, Presiden, dan DPR. Semoga dalam waktu dekat terbentuk sehingga bisa melakukan seleksi hakim MK. Dari keempat ini sudah menyatakan kesediannya," imbuhnya

Namun ketika ditanya siapa saja nama calon anggota panel ahli dari ketiga lembaga tersebut, Imam engggan menjelaskannya. Wakil Ketua KY Priode 2010-2013 tersebut meminta agar menunggu pengumuman resmi dari ketiga lembaga tersebut. Terkait rekam jeka Todung Mulya Lubis yang mempunyau catatan, Imam menegaskan jika catatan tersebut bukan catatan hitam sehingga tidak terlalu mengganggu.

"Catatan, itu bukan berkaitan dengan catatan hitam advokat. Soal nama anggota panel dari ketiga lembaga, kita menunggu resmi dari mereka," tandasnya

Thursday, December 12, 2013

Bantuan Hukum Gratis Bagi Saksi dan Korban Kejahatan


Jakarta- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) melakukan penandatanganan nota kesepahaman pada hari (10/01) di Hotel Cempaka Jakarta Pusat. Penandatangan nota kesepahaman tersebut dimaksudkan untuk memberikan bantuan hukum gratis kepada saksi dan korban kejahatan yang sudah disebutkan di dalam Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum.

Ketua LPSK, Abdul Haris Semendawai mengatakan,jalinan kerjasama antara LPSK dan PERADI sangat penting untuk mengoptimalkan pemenuhan saksi dan korban kejahatan."Dalam beberapa kasus,saksi dan korban kejahatan sangat memerlukan peran advokat,terutama dalam hal nasehat hukum" ungkap Ketua LPSK.

Selain itu Ketua LPSK mengatakan, saksi dan korban yang berpeluang menjadi tersangka seringkali kebingungan mencari advokat yang dapat mendampinginya dalam posisi sebagai tersangka/terdakwa."Peran LPSK jelas terbatas, hanya mendampingi saat saksi dan korban diperiksa sebagai saksi, tetapi saat diperiksa sebagai tersangka, itu sudah menjadi ranah advokat, tapi tak sedikit saksi dan korban yang tak memiliki advokat,terutama saksi dan korban miskin" ujar Ketua LPSK.

Menggandeng organisasi advokat seperti PERADI, menurut Ketua LPSK sebagai langkah yang tepat."LPSK tentu harus memiliki mitra yang kredibilitasnya baik dalam memperjuangkan hak saksi dan korban kejahatan. Untuk itulah kami memilih organisasi advokat seperti PERADI yang dinilai selama ini konsisten memberikan bantuan hukum terhadap orang miskin" ungkap Ketua LPSK.

Menrut Ketua LPSK mengatakan, misi LPSK kali ini telah berbanding lurus dengan jumlah permohonan perlindungan yang masuk ke LPSK sepanjang Januari-November 2013." Sepanjang Januari-November 2013, LPSK telah menerima 1543 permohonan.20 orang pemohon berstatus saksi, 1471 orang pemohon berstatus korban, 30 orang pemohon berstatus pelapor, 17 orang pemohon berstatus tersangka, 4 orang pemohon berstatus terdakwa dan 1 orang pemohon berstatus terpidana" ungkap Ketua LPSK.

Lebih lanjut, Ketua LPSK mengatakan, dari 1543 permohonan tersebut, selama kurun waktu Januari-September 2013, LPSK telah memberikan pelayanan kepada 1039 saksi dan korban."114 orang mendapatkan layanan fisik, 416 orang mendapatkan layanan bantuan medis, 309 orang mendapatkan layanan bantuan psikologis, 25 orang mendapatkan layanan Restitusi dan 175 orang mendapatkan layanan pemenuhan hak prosedural dan/atau perlindungan hukum" ungkap Ketua LPSK.

Masih kata Haris bantuan advokat juga sangat signifikan dalam penanganan korban kejahatan."Meski Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban telah diundangkan selama 7 tahun, namun masih banyak korban yang tidak tau hak nya mendapatkan restitusi atau kompensasi (ganti rugi) terhadap penderitaan atas kejahatan yang dialaminya. Dengan adanya MOU ini, diharapkan, para advokat dapat memsosialisasikannya kepada para klien yang merupakan korban kejahatan dan membuat mereka aware terhadap hak nya untuk memperoleh restitusi atau kompensasi" kata Ketua LPSK.

Kedepan, Haris berharap peran organisasi pendamping dan advokat menjadi bagian dari supervisi perlindungan saksi dan korban,terutama dalam kasus tindak pidana yang bukan kategori kejahatan terorganisir, serta penanganan saksi dan korban di daerah." PERADI memilki jaringan yang sangat luas hingga ke daerah dan jumlah anggota yang sangat signifikan, diharapkan kedepan peran advokatnya menjadi mitra LPSK dalam penanganan saksi dan korban" pungkasnya