Reviews Buku

Thursday, January 23, 2014

LPSK Tindaklanjuti Permohonan Perlindungan LR

Jakarta-Merasa mengalami ancaman pembunuhan hingga penyekapan, LR, korban perkosaan yang diduga dilakukan Bupati Bengkulu Selatan EA, mengajukan permohonan perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Senin (20/01). Wakil Ketua LPSK Penanggung Jawab Unit Penerimaan Permohonan, Edwin Partogi, mengatakan pihaknya saat ini tengah melakukan telaah atas permohonan perlindungan yang diajukan LR."LR tadi siang telah mengajukan permohonan perlindungan dan saat ini tim LPSK segera melakukan telaah atas permohonan tersebut," kata Edwin.

Lebih lanjut, Edwin mengatakan telaah tersebut dimaksudkan untuk menilai syarat kelengkapan formil dan materiil permohonan perlindungan. "Syarat formil dan materiil ini mengacu pada ketentuan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 dan Peraturan LPSK Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelayanan Permohonan Perlindungan kepada LPSK," ungkap Edwin.

Selain itu, Edwin menilai kasus ini perlu mendapatkan perhatian serius. Hal ini mengingat kasus ini diduga melibatkan penguasa dan korban, termasuk kelompok rentan yang perlu pendapatkan penanganan khusus.

"Korban mengajukan permohonan perlindungan fisik karena mengalami ancaman serius dan telah terjadi penyekapan. Selain itu, korban mengajukan permohonan pemenuhan hak prosedural karena laporan korban cenderung tidak ditindaklanjuti aparat penegak hukum terkait," ungkap Edwin.

Kendati demikian, Edwin mengatakan prosedur penelaahan perlu tetap dilakukan agar LPSK mendapatkan penilaian yang objektif dan perlindungan yang diberikan kelak dapat dipertanggungjawabkan. "LPSK dapat memberikan perlindungan darurat sementara apabila terjadi peningkatan fluktuasi ancaman terhadap korban, meski permohonan perlindungan masih dalam tahap penelaahan," pungkas Edwin.


LPSK Lindungi TKI Korban Penganiayaan di Hongkong

Jakarta-Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) segera berikan perlindungan kepada Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Sragen, Erwiana, korban penganiayaan majikan di Hongkong. LPSK saat ini sedang menyiapkan bantuan layanan hak prosedural dan bantuan medis-psiokologis kepada Erwiana.

“LPSK akan segera berikan bantuan kepada Erwiana,” ungkap Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu, SH. “Namun sebelumnya Erwiana harus mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK. Untuk ini LPSK yang akan langsung menemui Erwiana, mengingat kondisinya yang belum pulih,” tambah Edwin.

Saat ini Tim Satgas IV Unit Penerimaan Permohonan LPSK berada di Sragen untuk melakukan penelahaahan dan penanganan mendesak. Rencananya Kamis, 23 Januari 2014 LPSK akan memberi layanan darurat di Sragen.

Sesuai mandat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, LPSK mempunyai wewenang untuk memberikan bantuan kepada saksi dan korban tindak pidana serius. “LPSK akan memberikan bantuan kepada Erwiana sesuai dengan hak-hak saksi dan korban yang tertera pada Bab II Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Tentang Perlindungan dan Hak Saksi dan Korban,” jelas Edwin.

Erwiana bekerja di Hongkong sejak Mei 2013. Selama delapan bulan bekerja, Erwiana dieksploitasi majiikannya. Dia tidak mendapat perlakuan layak. Sehari-hari ia kekurangan makan karena hanya diberi nasi dan lauk seadanya di pagi hari. Selebihnya Erwiana hanya diberi beberapa potong roti. Selain itu Erwiana terus dipaksa bekerja hingga kurang tidur. Tempat tidurnya pun tidak layak, hanya sebuah gudang penyimpanan barang.

Erwiana sudah dipulangkan oleh majikannya sejak 10 Januari 2014 silam. Sekarang, dia sedang menjalani masa pemulihan. Kepolisian Hongkong mendatangi Erwiana terkait laporan dugaan penganiayaan oleh majikannya.

Tetapkan 4 Anggota Panel Ahli, KY Tunggu 3 Anggota Lainnya

Jakarta-Komisi Yudisial sudah menerima usulan Calon Anggota Panel Ahli dari masyarakat. Hasilnya KY menerima 16 usulan calon yang terdiri dari 1 orang dari Mantan Hakim Konstitusi, 4 orang dari unsur tokoh masyarakat, 7 orang dari unsur akademisi dan 4 orang dari unsur praktisi.

Menurut Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi Komisi Yudisial Imam Anshari Saleh pihaknya setelah melakukan rapat pleno yang diikuti oleh Lima Anggota Komisi Yudisial, pihaknya memutusukan memilih empat orang anggota panel Ahli. Keempat orang itu adalah mewakili dari Unsur Mantan Hakim Konstitusi KY memilih Mantan Wakil Ketua MK Achmad Sodiki, mewakili dari tokoh masyarakat Ahmad Syafi'i Maarif, dari akademisi pihaknya memilih Achmad Zen Umar Purba dan dari unsur praktisi KY memilih Todung Mulya Lubis.

"Saya didampingi Pak Sekjen beserta Kabiro Pusat KY Ingin menyampaikan hasil pleno untuk menetapkan 4 calon anggota panel ahli. ," kata Imam dalam konferensi pers di Gedung KY, Jakarta Rabu (22/1/2014)

Keempat anggota panel ahli tersebut lanjut Imam akan dilengkapi 3 calon panel ahli dari tiga lembaga pengusul yaitu Presiden, MA dan DPR.Dia menambahkan dalam waktu dekat ketiga lembaga tersebut akan mengirimkan calon-nya ke KY. Sehingga dia berharap jika pada awal Februari 2014 nanti Panel Ahli sudah terbentuk. Lebih lanjut dia menjelaskan jika keempat anggota panel ahli yang dipilih KY tersebut sudah mengkonfirmasi kesediaannya.

"Empat ini akan dilengkapi. Dari MA, Presiden, dan DPR. Semoga dalam waktu dekat terbentuk sehingga bisa melakukan seleksi hakim MK. Dari keempat ini sudah menyatakan kesediannya," imbuhnya

Namun ketika ditanya siapa saja nama calon anggota panel ahli dari ketiga lembaga tersebut, Imam engggan menjelaskannya. Wakil Ketua KY Priode 2010-2013 tersebut meminta agar menunggu pengumuman resmi dari ketiga lembaga tersebut. Terkait rekam jeka Todung Mulya Lubis yang mempunyau catatan, Imam menegaskan jika catatan tersebut bukan catatan hitam sehingga tidak terlalu mengganggu.

"Catatan, itu bukan berkaitan dengan catatan hitam advokat. Soal nama anggota panel dari ketiga lembaga, kita menunggu resmi dari mereka," tandasnya

Thursday, December 12, 2013

Bantuan Hukum Gratis Bagi Saksi dan Korban Kejahatan


Jakarta- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) melakukan penandatanganan nota kesepahaman pada hari (10/01) di Hotel Cempaka Jakarta Pusat. Penandatangan nota kesepahaman tersebut dimaksudkan untuk memberikan bantuan hukum gratis kepada saksi dan korban kejahatan yang sudah disebutkan di dalam Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum.

Ketua LPSK, Abdul Haris Semendawai mengatakan,jalinan kerjasama antara LPSK dan PERADI sangat penting untuk mengoptimalkan pemenuhan saksi dan korban kejahatan."Dalam beberapa kasus,saksi dan korban kejahatan sangat memerlukan peran advokat,terutama dalam hal nasehat hukum" ungkap Ketua LPSK.

Selain itu Ketua LPSK mengatakan, saksi dan korban yang berpeluang menjadi tersangka seringkali kebingungan mencari advokat yang dapat mendampinginya dalam posisi sebagai tersangka/terdakwa."Peran LPSK jelas terbatas, hanya mendampingi saat saksi dan korban diperiksa sebagai saksi, tetapi saat diperiksa sebagai tersangka, itu sudah menjadi ranah advokat, tapi tak sedikit saksi dan korban yang tak memiliki advokat,terutama saksi dan korban miskin" ujar Ketua LPSK.

Menggandeng organisasi advokat seperti PERADI, menurut Ketua LPSK sebagai langkah yang tepat."LPSK tentu harus memiliki mitra yang kredibilitasnya baik dalam memperjuangkan hak saksi dan korban kejahatan. Untuk itulah kami memilih organisasi advokat seperti PERADI yang dinilai selama ini konsisten memberikan bantuan hukum terhadap orang miskin" ungkap Ketua LPSK.

Menrut Ketua LPSK mengatakan, misi LPSK kali ini telah berbanding lurus dengan jumlah permohonan perlindungan yang masuk ke LPSK sepanjang Januari-November 2013." Sepanjang Januari-November 2013, LPSK telah menerima 1543 permohonan.20 orang pemohon berstatus saksi, 1471 orang pemohon berstatus korban, 30 orang pemohon berstatus pelapor, 17 orang pemohon berstatus tersangka, 4 orang pemohon berstatus terdakwa dan 1 orang pemohon berstatus terpidana" ungkap Ketua LPSK.

Lebih lanjut, Ketua LPSK mengatakan, dari 1543 permohonan tersebut, selama kurun waktu Januari-September 2013, LPSK telah memberikan pelayanan kepada 1039 saksi dan korban."114 orang mendapatkan layanan fisik, 416 orang mendapatkan layanan bantuan medis, 309 orang mendapatkan layanan bantuan psikologis, 25 orang mendapatkan layanan Restitusi dan 175 orang mendapatkan layanan pemenuhan hak prosedural dan/atau perlindungan hukum" ungkap Ketua LPSK.

Masih kata Haris bantuan advokat juga sangat signifikan dalam penanganan korban kejahatan."Meski Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban telah diundangkan selama 7 tahun, namun masih banyak korban yang tidak tau hak nya mendapatkan restitusi atau kompensasi (ganti rugi) terhadap penderitaan atas kejahatan yang dialaminya. Dengan adanya MOU ini, diharapkan, para advokat dapat memsosialisasikannya kepada para klien yang merupakan korban kejahatan dan membuat mereka aware terhadap hak nya untuk memperoleh restitusi atau kompensasi" kata Ketua LPSK.

Kedepan, Haris berharap peran organisasi pendamping dan advokat menjadi bagian dari supervisi perlindungan saksi dan korban,terutama dalam kasus tindak pidana yang bukan kategori kejahatan terorganisir, serta penanganan saksi dan korban di daerah." PERADI memilki jaringan yang sangat luas hingga ke daerah dan jumlah anggota yang sangat signifikan, diharapkan kedepan peran advokatnya menjadi mitra LPSK dalam penanganan saksi dan korban" pungkasnya





Thursday, December 05, 2013

Menggagas Dunia tanpa Terorisme

Indonesia dalam catatan sejarah, terutama pasca reformasi tak pernah lepas dari ancaman terorisme. Berbagai macam tindak kekerasan dan aksi peledakan bom di tanah air seolah tidak pernah berhenti, sekalipun kampanye perlawanan dan operasi pemberantasan sudah gencar dilakukan. Insiden Bom Bali 1 dan 2, Istiqlal, Kuningan, Kedutaan Australia dan yang paling baru yang menimpa hotel JW Mariot dan The Ritz Carlton yang terjadi 17 Juli 2009 lalu meruapakan buktinya.

Berbagai peristiwa teror di atas menampilkan aktor seperti Noordin M Top dan Dr Azhari. Kemudian ada Abu Dujana, komandan militer Jamaah Islamiyyah (JI) dan Zarkasih sebagai salah satu pemimpin. Penangkapan Abu Dujana di Banyumas dan ‘Mbah’ Zarkasih di Yogyakarta, telah memantik kegalauan bahwa mata rantai terorisme Indonesia tak pernah putus. Bahkan, seakan semboyan mati satu tumbuh seribu menemukan relevansinya di sini. Dengan artian setelah salah satu pemimpin meningal atau tertangkap akan tumbuh ribuan kader baru untuk meneruskan jejak perjuangan sang pemimpin. Ironisnya lagi, berbagai aksi terorisme tadi itu oleh pelakunya dianggap sebagai salah satu bentuk “jihad” dalam memerangi para musuh agama Allah.

Pemahaman yang sempit terhadap jihad itu kemudian bertambah rumit ketika disusupi dengan kepentingan-kepentingan politik dan ekonomi. Karena itu aksi-aksi yang dianggap jihad oleh pelaku itu justru tak menambah manfaat bagi agama, tetapi malah menambah kusam wajah agama. Dalam tataran ini teks agama tidak lagi dihayati sebagai agama yang mengajarkan kedamaian, tetapi dimaknai sebagai simbol yang memperbolehkan kekerasan dengan dalil yang terkesan dipaksakan. Dengan kata lain jaringan teroris sudah menggahi agama dengan aksi anti kemanusiaannya. Kita membuat kesalahan fatal jika memakai apalagi mengandalkan teroris anti kemanusiaan untuk membela agama. Jaringan teroris menyembah ilah kekersaan bukan memeluk Allah perdamaian. (Hal 76 )

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah mengapa tindak kekerasan, radikalisme, dan aksi-aksi teror bom di tanah air selalu terjadi? Untuk menjawab pertanyaan di atas bukanlah hal yang mudah, banyak sekali benang kusut yang harus diurai satu persatu. Ada yang mengatakan bahwa secara sosiologis-politis, radikalisme dan moderatisme, juga teror dan anti-teror, adalah hal yang lumrah dan menjadi bagian dari sunnatullah; di mana ada sebab disitu akibat menyertai; di mana ada ketidakadilan dan kemiskinan, di situ perlawanan radikal dilakukan; Ada aksi pembantaian, di situ reaksi pun dimunculkan sebagai bagian dari strategi perlawanan; dan seterusnya. Namun di luar itu, ada satu hal yang cukup memprihatinkan bahwa radikalisme dan aksi-aksi kekerasan juga diyakini (sebagian orang) sebagai salah satu strategi ”dakwah” dan ”jihad” mereka dalam memperjuangkan salah satu agama Tuhan.

Hal ini lah menurut peresensi sumbangan terbesar seorang Mutiara Andalas, penulis buku Politik para Teroris ini. Dengan pendekatan multidisipliner, Mutiara, satu persatu mengurai benang kusut kasus teroris yang terjadi di Indonesia. Dari pertanyaan kenapa bisa terjadi peristiwa teror, kenapa pelakunya bisa dengan mudah memposisikan diri sebagai pembunuh, alasan teologis apa yang mendasarinya, dan seterusnya.

Penulis buku ini paling tidak mengusulkan tiga tugas penting yang harus menjadi perhatian semua orang. Pertama meminta keterlibatan komunitas kebangsaan dan keagamaan pasca-teror bom. Komunitas-komunitas ini menurut penulis ini, hendaknya mengungkapkan imannya akan keesaan Allah terutama melalui bela rasa dengan korban. Kepedulian juga hendaknya terulur kepada mereka yang pernah mengalami masa tahanan karena dakwaan keterkaitan dengan jaringan teroris karena masyarakat seringkali mengucilkan mereka karena dakwaan berkomplot dengan jaringan teroris di masa lalu. Masyarakat sering kali rendah toleransinya menerima warga yang pernah berurusan dengan aparat keamanan karena dakwaan terlibat dengan teroris, untuk hidup di tengah-tengah mereka. Seringkali mereka atas nama rnernbersihkan wilayah mereka dari sebutan sarang teroris mengusir warga yang rumahnya menjadi tempat singgah mereka yang didakwa aparat keamanan sebagai teroris.

Usul Kedua adalah mendorong pembacaan penafsiran kritis terhadap teks-teks suci agama yang sepintas membenarkan teror kekerasan. Menurut penulis buku ini, Hermeneutika terhdap teks suci agama perlu untuk membongkar kedok jaringan teroris yang sering kali menyelubungi aksi anti-kemanusiannya dengan baju teks Kitab Suci. Lebih jauh penulisnya menyatakan bahwa Pernyataan pemuka agama bahwa pelaku membajak Kitab Suci perlu ditindaklanjuti dengan pembacaan dan penafsiran terhadap teks-teks yang rentan terhadap pembelokan makna. Pengkaji Kitab Suci hendaknya menafsirkan teks-teks tersebut dalam pandangan yang positif terhadap komunitas beriman lain. Mereka hendaknya juga keluar dari paradigma pertarungan agama dan peradaban sebagaimana pernah dinubuatkan Samuel P. Huntington. Kita Perlu juga memperhatikan konteks ketidakadilan global dalam membaca dan menafsirkan teks Kitab Suci.

Dan yang terakhir, kata penulis buku ini adalah mengangkat isu terorisme anti-kemanusiaan sebagai bahan wacana kebangsaaan dan dialog antaragama. Tambah penulisnya lagi, kita juga mendorong gerakan-gerakan kebangsaan untuk melihat terorisme sebagai tantangan berketuhanan yang maha esa di Indonesia sekarang ini. Kita juga mendorong mereka untuk berinteraksi langsung dengan korban atau keluarga korban. Spiritualitas mereka bersumber dari perjumpaan dengan korban dan keluarga korban yang melahirkan bela rasa. Komunitas-komunitas agama juga berhadapan dengan ilah kekerasan sebagai berhala kontemporer.

Membaca buku ini membuat pembaca seperti disodorkan pada masalah sebenarnya yang harus segera diatasi oleh pihak yang berwenang, maupun masyarakat secara umum. Dengan analisis yang renyah dan enak dibaca pembaca penulisnya membawa membaca kepada solusi yang selama ini luput dari perhatian. Buku yang tak terlalu tebal ini ingin menggugah kesadaran kita sebagai pembaca, bahwa hidup merupakan pemberian Tuhan dan oleh karena itu harus dijaga dan digunakan sebaik-baiknya.

Yudi latif di bagian belakang buku ini menyatakan bahwa tuhan teroris adalah tuhan kebiadaban yang tak kenal “kasih” kepada korban. Di tengah kepungan terorisme yang terus mengancam, buku ini menyingkap dambaan Tuhan yang lain dari sudut korban. Semoga dengan terbitnya buku ini sedikit memberikan solusi bagi terciptanya dunia tanpa teroris.


Data Publikasi Buku
Judul : Politik Para Teroris
Pengarang : Kanisius, Yogyakarta
Cetakan : Pertama, 2010
Tebal : 133 halaman