Reviews Buku

Monday, November 18, 2013

Bilangan Fu dan Kritik terhadap 3 M

Oleh: Akhmad Kusairi
Judul : Bilangan Fu
Penulis : Ayu Utami
Penerbit : KPG, Jakarta
Cetakan : Pertama, Juni 2008
Tebal : x + 537 halaman.
Harga : 60.000
Setelah lama tidak muncul dalam jagad perbukuan sastra di Indonesia penulis novel fenomenal Saman dan Larung, Ayu Utami kembali mengeluarkan sebuah novel berjudul Bilangan Fu. Novel ini berksiah tentang tiga orang tokoh, Yuda, seorang pemanjat tebing yang selalu bersikap kritis terhadap nilai-nilai di masyarakat. Parang Jati, seorang pemuda berjari dua belas yang dibentuk oleh ayah angkatnya untuk ikut merasakan duka dunia, dan Marja, seorang mahasiswi yang suka petualangan-petualangan.
Novel Bilangan Fu ini barangkali akan menjadi sebuah cerita fiksi yang rumit seandainya tidak ditulis dengan cermat. Novel ini berisi kritik Ayu pada tiga M yang dianggap menjadi ancaman terhadap kelangsungan kehidupan kebebasan dan demokrasi. Namun Ayu secara apik menjalin 3 kritik serba serius itu lewat kisah dua pemuda dan satu pemudi pemanjat tebing: Yuda dan Parang Jati. Walaupun keduanya terlihat sedikit berseberangan, Yuda dan Parang Jati saling bahu-membahu menjadi protagonis melawan musuh bersama mereka di atas.
M yang Pertama adalah modernisme. Menurut Ayu, Modernisme sudah menjadi penyebab utama rusaknya lingkungan akibat eksploitasi manusia modern yang kelewat batas dan lupa menghormati alam. Tambah Ayu lagi, manusia modern tak lagi percaya pada segala bentuk keramat dan cerita-cerita takhayul, ihwal roh-roh halus penunggu pohon besar, sungai, gunung, dan samudera. Padahal kepercayaan pada takhayul dan keberadaan roh-roh halus yang dulu dipercaya oleh masyarakat terbukti mampu menyelamatkan alam dari kerusakan. Karena percaya bahwa setiap benda dan tempat ada yang punya, mereka tak berani berlaku sewenang-wenang.
Kampanye anti-perusakan lingkungan ini disampaikan Ayu lewat dialog cerdas Yuda dan Parang Jati. Keduanya mengenalkan agama baru mereka yaitu pemanjatan bersih atau yang lebih ekstrem lagi sacred climbing, yakni teknik memanjat dengan sesedikit mungkin atau sama sekali tidak melukai tebing-tebing dengan alat-alat seperti bor dan paku.

Tamabh Ayu lagi, agama-agama langit telah gagal menyelamatkan alam. Menurutnya justru agama bumi lah yang sudah terbukti mampu secara sistematis memelihara keutuhan lingkungan. Namun demikian, agama-agama bumi ini telah terlindas oleh nilai-nilai baru. Dengan munculnya modernisme yang sama sekali menghapus ketidakrasionalan dan monoteisme yang tidak menghendaki di luar ketunggalan telah berdampak negatif atas keutuhan alam. Sebut saja misalnya, banyak terjadi penebangan hutan secara liar. Di mana manusia modern sudah tidak percaya lagi dengan mistisisme sehingga manusia tidak perlu takut lagi terhadap dampak negatif yang selama ini diyakini sebagai bala dari sang penunggu.
Maka dari itu menurut Ayu, untuk menyikapi problem semacam itu diperlukan sebuah spiritualisme kritis melalui persatuan berbagai agama yang dalam hal ini disimbolkan dengan aktivitas ketiga tokoh utamanya. Dalam hal ini, agama diasosiasikan dengan pemanjatan tebing yang dilakukan oleh Yuda yang kemudian berpindah agama dari pemanjat tebing kotor berpindah menjadi pemanjat tebing yang suci, bebas dari kecurangan-kecurang an
Monoteisme adalah M kedua yang dikritik oleh Ayu dalam novel ini. Dia percaya bahwa agama-agama langit yang monoteis memiliki persoalan mendasar dalam menerima perbedaan. Ayu mengilustrasikannya melalui konflik antara Kupukupu dan Parang Jati. Kupukupu adalah simbol bagi mereka yang merasa paling benar dengan apa yang mereka peluk. Mereka dalam praktiknya sangat anti terhadap perbedaan. Padahal dalam aksinya mereka tanpa sadar diperalat oleh tangan-tangan jahat kekuasaan yang ingin berkuasa atau meraup keuntungan. Pada bagian inilah Ayu memperkenalkan filosofi bilangan fu yang lebih bermakna metaforis ketimbang matematis. Ini menyangkut pengertian akan Tuhan yang Satu yang sering diartikan secara matematis.
Dan yang terakhir yaitu militerisme. Ayu berpendapat bahwa militerisme merupakan musuh utama demokrasi yang merajalela pada masa Orde Baru. Pada masa ini peran militer sangat dominan. Dengan kekuatan dan caranya sendiri, militer menebar teror, ketakutan, dan kekerasan di masyarakat demi melanggengkan kekuasaan. Acara-acara seni dan diskusi dimata-matai, kebebasan pers dibelenggu, dan kumpul-kumpul dianggap makar, subversi dan lain-lain. Bagi yang sempat merasakan hidup di masa itu tentu mengerti benar rasanya.

Novel dengan beban gagasan seberat itu tentu akan terasa membosankan jika penulisnya tidak pandai mengemas dan menyajikannya. Bilangan Fu nyaris menjadi novel ilmiah yang kaku seandainya hanya fokus pada ide besarnya dan melupakan unsur-unsur "hiburan". Unsur-unsur itu di antaranya bumbu seks, asmara, dialog-dialog yang bernas, plot yang tidak linear, dan humor yang menarik lagi cerdas.
Buku ini dibanding dengan dwilogi Saman dan Larung mempunyai gaya tarik tersendiri. Bilangan Fu alurnya lebih jelas, tutur bahasanya pun lebih lancar. Bilangan Fu juga tak ayal menjadi novel pertama di Indonesia yang mengangkat tema keagamaan secara universal. Dengan kata lain Ayu tidak berpihak ke dalam suatu agama tertentu. Buku ini adalah karya yang membicarakan persatuan seluruh agama dalam menciptakan kesejahteraan serta menyelamatkan alam dari dari tangan-tangan jahat manusia manusia modern.
Akhirnya, buku ini merupakan upaya seorang Ayu dalam menjawab masalah sosial keagamaan di Indonesia. Dengan gaya khasnya, Ayu mampu menghadirkan sebuah kisah yang mampu menjawab problem sosial keagamaan di Indonesia yang akhir-akhir ini sering terjatuh dalam truth claim. Bukankah kebenaran itu hanya milik Tuhan? Manusia hanya berusaha menafsirkan apa yang Tuhan katakan, bukan malah menjadi tuhan bagi masyarakat lain.

Akhmad Kusairi, Mahasiswa Filsafat fakultas Ushuluddin UIN Sunan kalijaga Yogyakarta

Tuesday, September 08, 2009

Surat Untuk Sahabat

Dua bulan yang lalu tepatnya aku sempat terhanyut dalam optimisme
buku tetralogi-nya Adrea Hirata, Laskar pelangi. Membaca buku ini
membuat dadaku bergemuruh untuk selalu belajar, belajar, dan belajar.
gimana kisah seorang Lintang yang sudah pasih berkata optik ketika
masih smp. aku juga ingin merasakan perasaan seorang Ikal saat ia
lulus untuk program beasiswa ke negeri yang selama ini selalu ia
impikan bisa mendatanginya. Intinya buku ini menuntun kita yang
selama ini takut bermimpi untuk bermimpi.
Mengambil istilahnya Dee dalam supernova, Mimpi adalah bagian dari
kreativitas.

kusarankan kamu harus membaca buku ini. oke...!
sekarang aku lagi berkutat dengan novel filsafatnya fauz Noor.
mungkin kamu sudah membacanya, tapi yang jelas aku merasakana saat
membaca aku menemukan duniaku yang selama ini hanya menjadi kenangan
yang semu. Ya, dunia filsafat yang ditampilkan oelh Fauz Noor membuat
aku saadar ternyata filsafat taj hanya bergerak pada retorika semata,
namun lebih dari itu filsafat mampu untuk bergerak menuju perubahan
yang berarti.
cukup panjang bukan?
ada orang bilang bahwa semakin banyak kata yang terucap maka semakin
banyak pula lah slahnya. menurutku orang yang mengatakan ini adalah
seorang pesimisme sejati karena menurut mereka kebenaran hanyalah
bisa dicari oleh segelintir orang saja.
Tabik.
2007 on memorial
AH. Kusairi

Tuesday, July 21, 2009

Harga sebuah Keramahan

Betapa mahalnya harga sebuah keramahan? Karena aku kemudian dicap dengan kata orang yang menyebelkan. Aku tidak berniat apa-apa ketika dengan gayaku menyapa seorang gadis yang kebetulan dari semarang.
"Gak pulang mbak?" sapaku memulai percakapan.
"Gak" jawabnya singkat. Kok nggak" tambahku lagi.
"Ya gak aja".
Takut kena banjir, ya?
"ya nggak lah, sekarang kan panas." Dan seterusnya.
Dan akhirnya karena respon si cewek biasa-biasa saja aku pamit duluan.
Tapi kupingku merasa panas ketika sekitar aku berjalan beberapa meter di depannya. Aku mendengar. "Aku sebel dengan orang yang sok kenal kayak gitu"
Lhoh aku terperangah sekaligus tersinggung, aku yang berniat baik menjga sebuah hubungan karena aku kenal dia dibalas dengan ucapan seperti itu.
Aku gak terima tapi aku juga gak mau terpancing emosi dengan berbalik lagi dan memperotes apa yang dikatakan sang cewek kepada temannya.
Terus terang aku akui dulu aku sempat suka sama dia, tapi itu dulu. Sekarang boro-boro suka menyapanyapun aku malas, tapi lagi-lagi aku hidup bermasyarakat yang gak bisa seenaknya melenggang pergi melewati orang yang kita kenal begitu saja. Apa kata orang? Cuwek lah, sombong lah dan segala tetek bengek lainnya.
Mengalami peristiwa itu aku menjadi sadar bahwa ada juga manusia yang tidak mau berbasa-basi atau diajak bercanda sedikit.
Aku iri sebenarnya dengan orang yang enak saja menjalani hidup ini tanpa dibebani dengan senyum cengar cengir yang tak ada artinya. Aku risih juga harus tersenyum atau paling tidak bereaksi dengan orang yang kita kenal ketika di jalan.
Berkaca dari pengalaman tadi aku ingin saja cuek dan berjalan begitu saja.
Lagi-lagi harga keramahanku disalah pahami sebagai penyebab dia mengucapkan kata sebel. Duh ………itukah kamu yang katanya sedang menghafal Qur-an. Mana aspek humanis dalam dirirmu sehingga selentingan menyakitkan itu keluar dari mulutmu yang manis itu? Aku benar-benar tidak mengerti.

Wednesday, June 10, 2009

Bersikap Adil terhadap Rokok

Judul : Kitab Kopi dan Rokok

Editor : Syaikh Ihsan Jampes

Penerbit : LKiS, Yogyakarta

Cetakan : I, Februari 2009

Tebal : xxv + 110 halaman

Konstroversi seputar kopi dan rokok sudah ada sejak keduanya bersentuhan dengan peradaban Eropa maupun ketika bertemu dengan peradaban Islam. Kehadiran buku Kitab Kopi dan Rokok menjadi penting karena di dalamnya berisi sejarah kemunculan kopi dan rokok serta rangkuman perdebatan tentang hukum kopi dan rokok menurut syari'ah Islam (fikih) disertai latar belakang serta argumen dari masing-masing pihak yang terlibat polemik.

Dalam kitab Tuhfah al-Ikhwan, dijelaskan bahwa tembakau (at-Tabghu) pada mulanya adalah tanaman lokal di suatu daerah yang bernama Tobago—suatu negeri di wilayah Meksiko, Amerika Utara. Pada masa pendudukan Amerika, berbondong-bondonglah orang-orang dari Eropa untuk singgah dan menetap di 'dunia baru' tersebut. Mereka bergaul dengan penduduk asli Amerika sehingga tahulah mereka tradisi dan adat istiadat penduduk asli, termasuk dalam hal merokok. Ketertarikan mereka terhadap tradisi merokok membuat mereka membawa bibit tanaman tembakau ini ke negeri-negeri Eropa. (hal14)

Pemindahan bibit ini terjadi pada 1517 M. atau 935 H. Pada 1560 M. (977 H.), Yohana Pailot dari Vunisia mengunjungi Raja Alburqanal di Panama, Amerika. Tentu saja, kunjungan itu bukan sekadar kunjungan. Kemungkinan besar dia membawa tambahan bibit tembakau untuk Vunisia sehingga beberapa saat kemudian tembakau tersebar di negeri itu. Dari Vunisia, tanaman tembakau dibawa dan disebarkan ke negeri-negeri Eropa yang lain oleh seorang Rahib Vunisia yang bernama Vuses Lorenz. Sejak saat itu, tanaman tembakau menjadi masyhur di seluruh Eropa. (hal 15)

Adapun tentang kopi adalah sejenis minurnan yang sudah masyhur dan populer, dalam masyarakat kontemporer. Kopi dibuat dari tumbukan biji-biji kopi. Yang jelas, bangsa Arab baru mengakui khasiat kopi dan mengkonsumsinya setelah dua generasi berlalu setelah Nabi hijrah. Sejak itu, kopi terus diseduh dan dinikmati, hingga pada 1600 M. (1017 H.), dibawa ke negeri-negeri Eropa. Dari Eropa, menjadi tersebarlah kopi ke seluruh penjuru bumi, dengan tehnik pembuatan yang semakin sempurna pula. (Hal 15-16)

Buku Kitab Kopi dan Rokok ini diterjemahkan dari sebuah kitab klasik pesantren yang berjudul Irsyad al-Ikhwan fi Bay an Hukmi Syurb al-Qahwah wa ad-Dukhan karangan Syaikh Ihsan Jampes-Kediri (w. 1952 M.). Kitab ini sendiri merupakan adaptasi puitik atas kitab Tadzkirah al-Ikhwan fi Baydni al-Qahwah wa ad-Dukhan karangan KH. Ahmad Dahlan Semarang, yang kemudian disusun menjadi bait-bait syair bermatra rajaz. Buku ini menjadi menarik karena kitab Irsyad al-Ikhwan yang terjemahannya ada di tangan pembaca ini, setidaknya hingga saat ini, menjadi satu-satunya buku yang memuat seluk beluk kopi dan rokok, mulai dari sejarahnya hingga polemik tentang hukum mengonsumsinya.

Buku ini tambah menarik dengan gaya tulis pengarang yang ringan, membuat pembaca seakan-akan melihat sekelompok ulama yang sedang duduk melingkar, melemparkan pendapat disertai hujjah-hujjahnya, menerima dan menimbang pendapat ulama yang lain, kemudian berusaha menarik kesimpulan tanpa memaksa pihak lain menerima kesimpulannya sendiri. Dengan demikian, secara tidak langsung, buku ini mengantarkan kita pada suatu pemahaman bahwa hukum Islam secara umum sebenarnya bukanlah sesuatu yang kaku, melainkan demikian lentur dan fleksibel, situasional, kondisional, dan penuh toleransi.

Perselisihan tentang tembakau tersebut berkisar tentang hukum mengkonsumsinya, halal ataukah haram. Perselisihan itu terjadi di antara para ulama sejagat ini, hingga sebagian dari mereka mengeluarkan segenap tenaga untuk mengutarakan dalil-dalil yang mendukung pendapatnya. Namun demikian, setelah perselisihan yang panjang itu, sebagian dari mereka akhirnya menyerah, dan menyatakan mauquf (tidak dipastikan halal-haramnya). Demikian, sebagaimana diterangkan dalam kitab Fatawa al-Kurdiy. (Hal 17)

Mayoritas ulama telah menakwilkan hukum haram yang dilontarkan pihak yang kontra rokok. Jumhur menegaskan bahwa haram-nya rokok dikhususkan bagi orang yang tubuhnya akan mendapat madharat jika merokok; atau niereka yang kesadarannya menjadi hilang karena merokok. Penakwilan jumhur ini sudah sangat populer di kalangan ulama Madzhab Hanafi, Madzhab Hanbali, Madzhab Syafi'i, Idmsusnya para ulama yang masyhur ketinggian ilmunya. Bahkan, penakwilan ini juga sudah masyhur bagi segelintir orang-orang awam. Hal 63

Pendapat jumhur ulama inilah yang kiranya layak jadi pegangan. Segenap pendapat lain yang tidak sesuai dengan pendapat jumhur ini, seyogyanya tidak engkau perhatikan. Apalagi, semua hadits yang biasany a dicuplik oleh mereka yang mengharamkan rokok adalah hadits yang dapat dipastikan batil, tidak dianggap sebagai hadits yang sah oleh para ulama besar dunia. Di antara hadits-hadits tersebut adalah apa yang dituturkan oleh az-Zarqani dalam kitab al-'Aziyyah. Di dalam kitab tersebut disebutkan redaksi sebagai berikut. (hal 63)

Setelah saya mengamati perbedaan pendapat para ulama beserta kesimpulan masing-masing pihak tentang masalah rokok, di sini saya berkata bahwa pendapat yang mu'tamad (yang layak menjadi pegangan) adalah pendapat yang mengatakan bahwa hukum merokok adalah makruh. Pendapat ini dilontarkan oleh Imam al-Bajuri dalam Hasyiyah 'Ala Syarh al-Ghayah pada bagian Kitab al-Buyii'. Dalam kitab ter-sebut, sesudah menuturkan pendapat yang menyatakan haramnya rokok, al-Bajuri berkata, "Pendapat ini (bahwa rokok hukumnya haram) adalah pendapat yang lemah. Demikian pula pendapat yang mengatakan bahwa merokok hukumnya mubah (boleh). Pendapat yang mu'tamad adalah makruh. Namun demikian, terkadang hukum merokok dapat berubah menjadi wajib. Misalnya, ketika seseorang mengetahui bahwa jika dia meninggalkan rokok dia akan mendapat madharat. Terkadang pula' hukum makruh itu dapat berubah menjadi haram. Misalnya, ketika seseorang memben rokok dengan uang yang seharusnya dia gunakan untuk menafkahi keluarganya. (Hal 78)

Tanpa bermaksud membela rokok atau memihak para perokok, buku ini menyarankan agar para pembaca melihat rokok dan kopi sebagai benda objektif yang netral khususnya sebelum membaca buku ini. Demi bermanfaatnya pembacaan terhadap buku ini, para pembaca dituntut untuk melepaskan diri dari citra rokok dan kopi yang selama ini telah terbangun dengan kokoh dan memberhala itu. Buku ini walaupun buku terjemahan terasa lengkap dengan terjemahan yang baik. Dengan adanya buku ini kemudian diharapkan agar orang lebih adil terhadap rokok, tidak serta merta mencap bahwa rokok adalah haram atau pun halal hukumnya.

Resensi ini dimuat di Harian Malioboro Ekpress 9 Juni 2009


Friday, May 08, 2009

Sedekah: Dari Semua untuk Semua

Oleh: Akhmad Kusairi
Judul : Mukjizat Sedekah
Penulis : Muhammad Thobroni
Penerbit : Pustaka Marwa, Yogyakarta
Cetakan : I, 2007
Tebal : 159 halaman
Tidak terasa Ramadhan telah hampir usai. Seperti biasanya Ramadhan hadir sebagai bulan yang dinanti-nantikan. Ia hadir dengan sederetan nama. Sebut saja misalnya Bulan penuh ampunan, Bulan Penuh Kasih Sayang , Bulan Penuh Rahmah, Bulan Seribu Bulan, dan lain sebagainya. Semarak Ramadhan juga bisa dilihat dari aktivitas masyarakat yang berbondong-bondong menyiapkan acara-acara buka bersama atau tabligh akbar yang menghadirkan tokoh agama terkenal. Semarak Ramadhan juga bisa dirasakan di dalam ativitas pertelevisian. Biasanya setiap studio televisi mempunyai program khusus Ramadhan yang semua studio rata-rata isinya sama. Mulai acara buka bersama hingga acara mercon. Semua ini adalah salah satu cara manusia di seantero Indonesia kembali meneriakkkan enyahkan maksiat di bulan suci ini.
Selain itu Ramadhan juga dijadikan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, memberi sedekah kepada orang yang tidak mampu. Hingga pemberian santunan kepada fakir miskin. Pada bulan ini semua apa yang dilakukan dengan ikhlas pasti akan memperoleh imbalan seribu kali lipat dari Allah.
Momen Ramadhan adalah momen penting dalam menambah pahala berlipat sesuai yang Allah janjikan, sehingga pada bulan ini semua orang terpanggil untuk melakukan perbuatan baik, walaupun itu hanya dalam tahapan niat. Oleh sebab itu bukan sesuatu yang mengherankan bila pada bulan ini banyak orang berlomba-lomba melakukan kebaikan sebanyak-banyaknya.
Sedekah sebagai salah satu bentuk amal baik itu dalam bulan ini merupakan perbuatan yang cukup disenangi. Seluruh orang Islam yang mempunyai kocek yang cukup berbondong-bondong memberikan sedekah dari hasil keringatnya selama ini. Sedekah tak harus dengan uang atau harta benda yang lain. Sedekah bisa berupa apa saja asal bermanfaat bagi orang lain, tentunya juga harus disertai dengan hati yang tulus sehingga bisa berdampak positif bagi pelaku. Karena sedekah yang memiliki akar kata dengan
sidik merupakan bukti keseriusan iman seseorang.
Sedekah secara sederhana diartikan sebagai memberi sesuatu atau bantuan kepada orang yang membutuhkan. Oleh sebab itu sedekah bisa dilakukan dan diberikan kepda dan oleh semua orang, oleh sebab adagium "dari semua untuk semua berlaku untuk sedekah". Di bulan Ramadhan ini posisi sedekah peranannnya sangat penting bagi berlangsungnya sebuah tatanan. Dalam tradisi Islam sedekah menempati posisi yang utama, sebab dengan sedekah orang yang yang kurang mampu jadi tertolong dengan sedekah.
Selain itu, sedekah juga merupakan amalan istimewa berdimensi ganda, akhirat sekaligus dunia. Ia tidak saja menunjukkan kecerdasan intelektual dan spritual. Tetapi juga sosial. Ia menyimpan energi "misterius" dalam menggerakkan orang dalam meraih sukses, hidup bahagia, rezeki lapang, juga menyangkal kesulitan dan bencana.
Buku yang berjudul Mukjizat Sedekah karangan Muhammad Thobroni, ini coba menguak mukjizat sekaligus keutamaan yang tersimpan di balik sedekah. Dengan gaya bahasanya yang khas penulis memberikan argumen menarik mengenai warna-warni sedekah itu sendiri. Ditambah lagi sajian kisah-kisah nyata mengenai orang-orang yang menjadikan sedekah sebagai sumber energi prestasi tentu akan menambah kekhasan pada buku ini.
Menurut Thobroni, penulis buku ini, sedekah pada substansinya tidak selalu identik dengan hal yang bersifat materi saja, namun lebih jauh lagi, sedekah merupakan energi cinta yang dimiliki setiap manusia yang pada gilirannya bisa digunakan untuk memanusiakan manusia. Dengan kata lain, melalui media sedekah diharapkan kemudian terjadi hubungan simbiosis mutualisme antar makhluk yang ada di muka bumi.
Dalam buku ini, sedekah ditempatkan sebagai motor penggerak dan pendongkrak semangat keimanan kita pada yang Maha Bijaksana, Maha Tinggi dan Maha Segalanya. Bersedekah menyadarkan kita, bahwa harta yang terdapat pada diri kita, sesungguhnya tidak selurunya merupakan hak kita, namun ada hak orang lain. (hlm 26)

Selain berguna untuk meningkatkan kualitas keimanan seseorang, sedekah juga memberikan warna baru bagi kehidupan ini. Dengan bersedekah kita dapat meningkatkan kesejahteraan sosial, menghindari hidup bermegah-megahan dan suka pamer, membudayakan hidup sederhana dan rendah hati, dan yang terpenting dapat mengurangi kecintaan kita terhadap dunia.
Dalam Islam sedekah berfungsi sebagai kontrol sosial terhadap orang yang kurang mampu, sehingga kemudian terbentuk ikatan sosial antar masyarakat. Begitu pentingnya sedekah sampai-sampai kedudukannya hampir sama dengan zakat.
Dengan terbentuknya ikatan sosial dalam bentuk solidaritas sosial yang kokoh yang didukung oleh keperihatinan dan kebersamaan serta kesediaan untuk menolong orang lain. Dan ini merupakan sendi kehidupan masyarakat. Panggilan untuk selalu berpikirr tidak dalam konteks individual semata-mata, melainkan juga dalam kerangka kemasyarakatan. Sebab itulah kita dalam Ramadhan diminta untuk memberikan perhatian lebih banyak kepada mereka yang membutuhkan. Sehingga kita bisa mewujudkan dimensi kemanusiaan, dalam arti, turut meringankan penderitaan orang lain, turu membangun msyarakat yang lebih baik untuk semua massa yang akan datang, masyarakat yang transformatif.
Buku Mukjizat Sedekah ini lebih dari layak untuk dijadikan bahan refleksi serta introspeksi diri bagi seluruh umat muslim, terlebih bagi orang yang masih berpola pikir materialisme, artinya sedekah hanyalah sebagai bentuk pengurangan harta pribadi. Semoga apa yang telah diupayakan Thobroni bisa meruntuhkan egoisme seseorang yang tidak mau sedekah.