Reviews Buku

Friday, September 05, 2008

Menebar Kembali Pesona Ilmu Agama

Judul: Pudarnya Pesona Ilmu Agama
Penulis: Muhyar Fanani
Penerbit: Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Cetakan: Pertama, 1 Oktober, 2007
Tebal: xxxvi + 190 halaman.
Serangan modernitas terhadap sendi-sendi kehidupan manusia memang hampir mendekati sempurna. Harus diakui, hampir segala dimensi kehidupan di dunia ini sudah dimasuki oleh proyek besar bernama modernitas itu, termasuk agama. Di tengah kondisi demikian, banyak orang kemudian beranggapan bahwa Tuhan tak lagi dibutuhkan mengingat segala macam keperluan manusia sudah disediakan di dalam kehidupan modern ini.
Ilustrasi di atas bisa jadi merupakan representasi nasib imu-ilmu keislaman secara umum. Betapa tidak, Tuhan saja yang selama ini dianggap sebagai sumber dari ilmu-ilmu agama sekarang mulai disangsikan keberadaanya. Oleh sebab itu bukan suatu yang heran jika kemudian ilmu agama sebagai turunan dari ilmu-ilmu Tuhan sekarang hanya dipandang sebelah mata.
Fenomana ini disebabkan oleh umat Islam sendiri yang telah mengalami kegelisahan dalam memahami Islam. Sedikitnya ada dua kegelisahan yang sudah sangat krusial. Pertama, problem modernitas. Poin pertama ini ada dikarenakan bola modernitas yang kian membesar menggulung premis-premis kecil di sekelillingnya yang mau tidak mau meniscayakan sebuah rekontruksi, bahkan pada saat-saat tertentu dekonstruksi atas pemahaman yang telah dibawa sejak abad VII dan mengalami pensakralan hukum. Kedua, kesadaran internal kaum muslim akan adanya anomali dalam berbagai ranah keilmuan, terutama dalam masalah interpretasi teks Quran, entah itu mengarah pada wilayah hukum, aqidah, ataupun masalah-masalah yang berkait erat dengan IPTEK.
Semakin jauhnya paradigma keilmuan juga menjadi sebab utama kenapa ilmu agama ini mulai ditinggalkan peminat. Feneomena ini bisa dilihat dengan jumlah mahasiswa yang memilih fakultas-fakultas yang pure
seratus persen mengajarkann ilmu agama. Ini mungkin disebabkan oleh pengaruh tradisi masyarakat yang mulai bergeser dari masyarakat sepiritual-religius kepada materialisme sekuler. Tuntutan ekonomi juga tak bisa dilepaskan dari probematika ini.
Faktor kemalasan berpikir dan adanya intervensi politik dalam pergeseran paradigma telah menjadikan lambannya perkembangan ilmu keislaman, termasuk ilmu-ilmu Ushuluddin. Inilah yang mengakibatkan munculnya kelompok-kelompok yang beku dan terkesan antidialog.
Sebagaimana tersirat dalam namanya, ilmu-ilmu ushuluddin seharusnya menjadi the core and kernel of Islamic Studies. Untuk itu upaya pengembangan ilmu keislaman sudah semestinya berangkat terlebih dahulu dari ilmu-ilmu ushuluddin. Dalam kerangka itulah kajian dalam buku ini, menjadi penting untuk dilakukan. (Hal 4)
Oleh sebab itu, menurut penulis jika ilmu-ilmu agama mau tetap bisa eksis, hal yang paling penting dilakukan adalah mengubah paradigma keilmuannya dari hanya berorientasi kepada dirinya sendiri menjadi lebih berorientasi sosial.
Melihat fenomena yang amat parah di tubuh umat Islam sekarang, mendorong penulis buku ini untuk mencari tahu mengapa fenomena kemunduran ilmiah itu dapat terjadi. Kajian dalam buku ini akan melihatnya dengan cara pandang sejarah pengetahuan, tepatnya memakai teori pergeseran paradigma Thomaz Kuhn. Pengunanaan sejarah pengetahuan mazhab Kuhnian dilakukan berdasarkan alasan bahwa hanya dengan melihat proses pergeseran paeadigma dalam ilmu-ilmu keislaman lah kita dapat memahami penyebab kemunduran ilmu-ilmu Ushuluddin dan selanjutnya merumuskan sejumlah strategi guna mengembangkan ilmu-ilmu Ushuluddin ke depan.
Objek yang dikaji dalam buku ini adalah fenomena seputar melemahnya ilmu-ilmu Ushuluddin atau yang lebih dikenal dengan ilmu-ilmu Syar'iah sebagai lawan dari ilmu-ilmu umum. (Hal 5)
Selain untuk menjawab persoalan utama di atas, buku ini juga berusaha mendudukkan secara tepat kontribusi teoritis sejarah pengetahuan mazhab Kuhnian bagi pengembangan ilmu Ushuluddin. Di samping itu, kajian ini juga bertujuan untuk mencari solusi baru bagi kemacetan kreativitas yang dialami ilmu-ilmu ushuluddin dapat berkembang dan relevan dengan pekembagan jaman. (Hal 6)

Saat ini kita mewarisi peninggalan konflik sejarah keilmuan yang sulit dihapuskan. Dikotomi ilmu-ilmu yang berakar langsung pada wahyu dan ilmu yang berakar dari Yunani semakin lebar. Pada hal sebenarnya dokotomi itu sudah tidak ada artinya bagi umat Islam dewasa ini. Mengapa? Karena umat Islam sudah tidak lagi berprestasi di semua bidang ilmu itu. Sekarang hampir semua ilmu dipimpin oleh Barat dan kita hanya sebagai pengekor saja. (hal 18).
Berangkat dari kegelisahan itu lah mungkin alasan buku Pudarnya Pesona Ilmu Agama karangan Muhyar Fanani ini hadir di ruang baca. Dalam menjawab kegelisahan itu, penulis buku ini menganggap pudarnya ilmu agama itu tidak berangkat dari ruang kosong. Sebab yang paling mudah dilihat ialah karena masyarakat sekarang merasa kurang mendapatkan kontribusi dari ilmu-ilmu agama. Selain itu, problematika masyarakat sehari-hari seakan tidak mereka temukan jawaban dari ilmu-ilmu agama. Dengan kata lain mereka merasa tidak mendapatkan pencerahan dari ilmu semacam ini. Selain itu selama ini ilmu agama lebih sering hanya memperhatikan aspek positivistik, dengan kata lain ilmu agama miskin dari alternatif-alternatif dalam menjawab fenomena sosial yang semakin mencekik leher mereka yang kurang beruntung.
Buku ini merupakan usaha seorang Muhyar Fanani dalam menebarkan kembali pesona ilmu agama yang selama ini. Mengalami kemandekan. Dengan ide-ide cerdas yang ada dalam buku ini bisa membuat pembaca terbangun dari keterpesonaannya mereka terhadap ilmu Pengetahuan yang bersumber dari Barat.