Reviews Buku

Saturday, March 15, 2008

Menyingkap Perselingkuhan Politik Agama

Judul : Devil's Game
Penulis : Robert Dreyfuss
Penerbit : SR-Ins Publishing, Yogyakarta.
Cetakan : I, Maret 2007
Tebal : lviii + 487 halaman.

Jihad di abad modern bukanlah kita mencari mati di jalan Allah akan tetapi bagaimana kita bisa hidup bersama-sama di jalan Allah.
(Gamal al-Bana, xxix, 2007)

Dalam penulisan sejarah perang dingin dan tatanan dunia baru, terdapat satu episode penting yang tidak terekam, yaitu sejarah tentang Amerika Serikat yang mendanai dan mendorong aktivis fundamentalisme Islam sayap kanan yang terkadang dilakukan secara terbuka dan vulgar, maupun secara secret operation. Kehadiran buku Devil's Game ini berupaya mengisi missing link yang sangat vital tersebut.
Dikatakan vital, karena kebijakan yang tidak populer di khalayak publik ini telah berlangsung lebih dari enam dekade dan memicu munculnya terorisme Islam Fundamentalis sebagai sebuah fenomena global. Hegemoni Amerika yang tengah di bangun di Timur Tengah dan Asia Selatan, sebagian memang didesain untuk berpihak kepada kekuatan Islam politik dan, tentu saja, ini diharapkan oleh para arsitek dan thing-tanknya. Namun demikian, secara taktis semua itu membuktikan adanya sebuah permaian iblis dan sangatlah terlambat jika pasca 11 September 2001, Washington baru menyadari miskalkulasi strateginya.
Buku ini adalah buku yang berusaha menyingkap persingkuhan Agama (Islam) dan politik. Di mana pemerintah Amerika berusah mati-matian membendung pengaruh Uni Soviet di dunia internasional. Salah satu caranya adalah dengan persengkokolan Amerika dengan kelompok Islam Kanan yang radikal. Dengan bantuan dana dari Amerika para pemimin kelompok-kelompok islam ini merekrut besar-besaran pengikutnya yang sangat fanatik.
Buku ini adalah buku yang cukup kontroversial di mata dunia, khususnya dunia Islam. Dengan data-data yang akurat dipadu dengan analisis yang tajam membuat buku ini benar-benar mencengangkan orang yang membacanya. Dengan membaca buku ini orang akan tahu mata rantai atau asal-muasal terorisme dunia ang diharamkan keberadaannya oleh Barat beserta antek-anteknya.
Dengan buku ini setidaknya pembaca akan sadar bahwa terorisme yang mereka gembor-gembor sebagai sesautu yang harus dimusuhi ternya mereka sendiri yang melahirkan. Terorisme adalah anak haram yang tak diinginkan keberadaannya sehingga dengan tega sang Ibu membunuh bayi itu. Tapi si Ibu ternyata keliru, anak yang dia anggap sebagai makhluk tak berdaya itu ternyata kuat yang tak mudah dia bunuh. Secara keji dia meneriakkna bahwa sang anak harus dibunuh demi kemaslahatan masyarakat.

Memperkenalkan ESQ dalam Dinamika Kehidupan

Judul : Inspiring Heart.
Pengarang : Imron Andri Yuliansyah. & M. Ilham Marzuq.
Penerbit : Galangpress, Yogyakarta.
Cetakan : Pertama, 2007
Tebal : 145 halaman.

Manusia bermimpi tidak hanya waktu ia tidur. Menurut saya mimpi adalah bentuk lain dari kreativitas. Menjadi kreatif tidak kenal siang atau malam. Ada banyak pekerjaan yang masih punya ruang untuk inspirasi, namun banyak juga pekerjaan yang menyita segalanya. Pekerjaan tanpa mimpi, atau tanpa waktu untuk bermimpi, adalah pekerjaannya robot. Bukan manusia.
(Dee, Supernova: 22)


Kesuksesan adalah suatu yang pasti menjadi impian setiap orang. Entah itu rakyat biasa, pejabat, konglomerat, politisi, serta Presiden sekalipun. Sebab tujuan primer manusia hidup adalah mencari, mengejar dan mewujudkan impian itu. Siapa yang menyangka jika kertas yang kemudian menjadi buku yang ada baca ini adalah bagian dari impian seseorang yang kemudian meruang dan mewaktu berupa buku bacaan.
Dari ilustrasi di atas sepertinya kesuksesan menuntut seseorang untuk selalu menggunakan IQ, EQ, serta SQ sebagai jalan menatap masa depan secara cermat. Tapi untuk menemukan kesuksesan yang benar-benar sukses itu, sangat diperlukan adanya ikatan satu sama lain, antara IQ, EQ, serta SQ, sebab dari ketiga hal tersebut bila tidak seimbang maka kemudian akan menimbulkan Miscomunication yang menyebabkan disinformasi satu sama lain.
Saat ini muncul ide cemerlang mengenai bagaimana menemukan kesuksesan yang benar-benar sukses. Ide itu adalah ESQ (Emotional Spiritual Quotient), yakni sintesis dari EQ dan SQ yang telah ada sebelumnya. Menurut Ari Ginanjar Agustin, seorang pakar sekaligus trainer, mengatakan bahwa ESQ merupakan metode dan konsep yang jelas untuk menjawa kekosongan batin tersebut. ESQ merupakan konsep universal yang mampu mengantarkan pada predikat yang memuaskan bagi dirinya sendiri dan orang lain. ESQ pula yang dapat menghambat segala hal yang kontra produktif terhadap kemajuan umat manusia”. (hal 15)
Berangkat dari sinilah buku yang berjudul lengkap Inspiring Heart; Hidup Sukses Dengan Kecerdasan Emosional Spiritual karangan duet Imron Andri Yuliansyah dan M. Ilham Marzuq ini hadir di tengah sidang pembaca. Dalam buku ini penulis coba mengulas sekaligus menganalisis ESQ secara mendalam. Dengan menggunakan pisau analisis yang tajam, penulis bisa membawa pembaca tidak hanya pada pemahaman ESQ secara tekstual saja, tapi lebih kepada pengalaman empiris dengan ESQ
Dalam buku ini, penulis mengatakan bahwa ESQ mampu membawa manusia ke alam yang lebih tinggi, karena memang ESQ bukan hanya sebuah bentuk hubungan kecerdasan yang terpisah, namun lebih kepada “jalan lain” yang di luar kendali manusia (transenden) mampu “memberikan” apa saja termasuk kesuksesan. (Hal 35)
Dalam hal ini penulis mengilustrasikan mengenai hal itu, dalam kisah seorang penjual bubur ayam yang tak memiliki kecakapan (kompetensi) atau IQ yang memadai, namun terlepas dari kekurangan itu, ia selalu menjual buburnya dengan keyakinan bahwa yang dilakukannya adalah ibadah. Dengan niat, ikhtiar, doa serta ketulusan hatinya, ia selalu menikmati hidupnya. Hingga waktu sang ibu ingin naik haji. Keinginan itu sangat kuat. Dalam hati ia bertekad memenuhi keinginan ibunya, namun kondisi ekonomi yang pas-pasan tidak bisa mewujudkan keinginan itu. Namun ia tetap ingin mewujudkan keinginan ibunya. Oleh karena itu, ia selalu giat menabung demi tercapainya niat mulia ibunya, dengan tidak lupa selalu berdoa pada Tuhan. Sehingga niat mulia ibunya terkabulkan dengan cara yang tak terduga, yaitu berupa menang undian di Bank tempatnya menabung dengan rutin. (Hal 19)
Berangkat dari cerita itulah, konsep ESQ di atas teraplikasi dengan baik. Menurut penulis, keinginan yang kuat, postive thinking, usaha keras, dan do’a yang tiada henti mampu menembus suatu yang di luar jangkauan pikiran manusia. Semua bisa diwujudkan dengan keyakinan.
Dari cerita di atas, tentu dapat semacam inspirasi baru mengenai pentingnya kekuatan lain di luar kemampuan akal pikiran kita (transenden). Media itulah yang diejawantahkan oleh ESQ, dengan berusaha (ikhtiar) dan do'a. sebab menurut penulis ESQ merangsang munculnya kemampuan emosi yang stabil dan sepritual yang mendalam.
Stimulai ESQ untuk mengeluarkan God Spot (suara Hati) itu menurut penulis merupakan ejawantah dari enam Rukun Iman dan lima Rukun Islam, antara lain: Pertama, sikap Zero Mind, memiliki Mental Building, memiliki Personal Strength, dan yang terakhir Social Strength.
Dengan empat poin itu diharapkan seseorang bisa mewujudkan sinergi dengan orang lain atau lingkungan dalam situasi dan kondisi apa pun. Oleh karena itu, IQ, EQ, serta SQ inilah adalah kekuatan yang bisa mendorong seseorang untuk menjadi seorang yang sukses sejati, karena dengan menggabungkan ketiga kekuatan itu segala sesuatu pasti akan terjadi di luar kehendak dan pikiran manusia.
Buku ini merupakan buku yang sangat provokatif. Dengan cerita-cerita yang disuguhkan, penulis mampu membuatt pembaca termotivasi yang kemudian menjadi optimis dalam menjalankan roda kehidupan mereka. Di ranah Indonesian buku ini terbilang baru yang mengangkat ESQ sebagai tema. Kalau diperhatikan hanya beberapa nama yang memang sense terhadap bidang kajian ini. Oleh karenanya buku ini merupakan sumbangan berharga bagi kalangan pembaca Indonesia. Namun, tak menutup kemungkinan buku ini jauh dari kekurangan. Tidak adanya indeks bisa membuat pembaca kebingungan dalam mencari kata yang diinginkan. Tapi buku ini tetap layak untuk dibaca sekaligus dipelajari dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Tulisan ini pernah dijanjikan akan dimuat oleh salah satu koran, tapi sampai sekarang belum menjadi kenyataan .

IPDN: Sebuah Potret BuramPendidikan Indonesia

Judul : Kampus Maut
Penulis : Mesti Arnanda nasution & Agus Suryantoro
Penerbit : Mizan, Bandung
Cetakan : Pertama, 2007
Tebal : 201 halaman.

Terbunuhnya salah satu praja IPDN, Cliff Muntu, yang diakibatkan oleh pemukulan yang dilakukan seniornya beberapa waktu lalu kian mencoreng citra pendidikan Indonesia. Pasalnya praja yang asalnya dididik untuk menjadi pengayom rakyat itu, kini malah menampakkan wajah yang mengerikan, menjadi pembunuh. Ironisnya, ini bukan pertama kali terjadi di IPDN.

Menurut Inu Kencana, salah satu pengajar di kampus itu, sedikitnya ada sekitar tiga puluh lima korban yang meninggal di IPDN, dalam priode 1990-an hingga sekarang. Dari jumlah itu, 17 di antaranya meninggal secara tak wajar. (hal 74). Namun paparnya lagi, yang hanya diberitakan hanya lima puluh persennya saja. Jawa Pos (9/04/07).

Adanya fakta seperti itu menunjukkan bahwa pihak birokrat IPDN tertutup terhadap media. Ini jelas-jelas melanggar UU tentang kebebasan Pers.

Kasus ini menarik karena yang melakukannya adalah para praja senior yang ada di IPDN. Kalau pelakunya adalah senior yang jelas yang jadi korban pastinya adalah yunior. Betapa mengakarnya budaya senioritas versus yunioritas di negeri Indonesia ini, sehingga suatu yang lumrah jika para senior memperlakukan adik-adik kelas mereka sebagai babu bagi para senior.
Sebagai kampus bagi calon praja sangat ironis memang jika budaya represip itu dianggap sebagai suatu hal yang wajar. Mengingat calon praja itu nantinya akan menjadi pemimpin di daerah masing-masing, yang notabene menjadi panutan bagi masyarakat yang dipimpinnya.

Sebagai sebuah kampus pemerintah, IPDN sudah seharusnya menghilangkan cara-cara militeristik, karena setiap yang berbau militeristik identik dengan kekerasan dan itu sangat tidak wajar jika perilaku militer itu diterapkan pada siswa praja dari beberapa daerah.

Mungkin berangkat dari semua itu lah buku Kampus Maut ini terbit. Penulisnya yang notabene sudah sangat berpengalaman dalam dunia jurnalistik khsususnya berita menambah daya tarik buku ini. Buku investigasi ini berusaha mengungkap peristiwa-peristiwa yang lepas dari kamera wartawan. Dengan nara sumber yang meyakinkan penulis mampu memberikan konstribusi terhadap deretan fakta seputar kejadian kelam kampus IPDN itu.

Buku ini merupakan buku hasil laporan investigasi penulis di lapangan. Tentunya butuh tenaga extra keras agar buku ini bisa dihadirkan di hadapan sidang pembaca. Namun ada yang mengganjal ketika membaca buku ini. Berita-betita yang disajikan sepertinya terlalu berat sebelah terhadap satu pihak. Terlihat misalnya dalam hasil wawancaranya sedikit saja laporan yang membela kampus IPDN. Dalam buku ini IPDN seperti tersangka kejahatan yang terbukti menjadi pecundang, tanpa bisa membela dirinya. Bahkan pihak rektorat pun yang notabene punya otoritas terhadap laporan ini sepertinya dinomorduakan. Buku ini jelas terlalu berat sebelah terhadap suatu pihak yang tidak mungkin bisa dimanfaatkan untuk mewujudkan kepentinagn. Memang kita harus menghargai usaha keras yang dilakukan oleh Inu Kencana, salah satu nara sumber, tapi kita juga harus tahu selain Inu Kencana masih ada ribuan saksi yang juga punya otoritas penuh terhadap kampus kesayangan mereka.

Dalam buku ini penulis tampaknya melupakan itu semua. Dengan seenak perutnya penulis menggiring pembaca pada satu kesimpulan bahwa semua yang dikatakan Inu Kencana adalah benar dan tak bisa dibantah. Terbukti misalnya tuduhan terhadap Dosen perempuan yang dianggap melakukan seks bebas terhadap para Praja itu. Di dalam buku ini tidak cukup diberikan porsi kepada mereka. Mereka hanya diceritakan sekilas, itu pun dari orang ketiga. Seharusnya penulis lebih jeli dalam menulis laporan. Pertimbangan pun sangat diperlukan di sini. Satu-satunya pembelaan dari pihak Rektorat hanyalah yang dikatakan oleh PR III yang diduga menandatangani untuk menyuntik jenazah Clip Muntu dengan Formalim.

Kesalahan terbesar terjadi pada penulisan judul, Kampus Maut. Membaca judulnya sudah membuat semua orang takut sekaligus bertanya, sebegitu parahkah kampus IPDN sehingga begitu tega dijuluki Kampus Maut oleh penulis buku ini.

Memang tak bisa dipungkiri kejadian yang terjadi di kampus IPDN memang merupakan sebuah potret buram pendidikan Indonesia. Tapi yang harus dilakukan kemudian bukannya membubarkan kempus itu. Kita semua tahu bahwa IPDN adalah impian dari orang-orang di Indonesia yang kemudian diharapkan lulusan yang berasal dari kampus ini bisa melakukan pencerahan terhadap daerahnya. Jadi, menuntut pembubarannya kampus adalah keinginan yang sangat egois yang buta terhadap realitas sekitar.

Berbagai respons terhadap kasus itu cukup menggembirakan, mengingat ini adalah potret baik-tidaknya pendidikan di Indonesia. Apalagi IPDN adalah satu-satunya perguruan tinggi pemerintah yang disediakan khusus untuk menjadi praja di daerah masing-masing. Tapi sepertinya respon itu terlalu berlebihan, bahkan ada yang megusulkan penutupan kampus IPDN. Benarkah itu berjalan dengan wajar, bukankah tidak mungkin respon yang over itu terselip kepentingan segelintir oknum? Realitas lah yang akan menjawab itu.

Namun terlepas dari kekurangannya, buku ini tetap merupakan sumbangan yang berharga bagi terciptanyanya pendidikan yang mencerdaskan bagi moral sedini mungkin. Namun kehati-hatian penulis adalah salah satu yang harus menjadi pertimbangan ke depan.